Senin, 20 Mei 2019

Hai kawan, kali ini sedikit berbagi ilmu tentang hasil skripsi saya yang berjudul "Optimasi Formula Daging Restrukturisasi dengan Metode Response Surface Methodology (Kajian Konsentrasi Gel Porang dan Karagenan serta Pewarna Angkak)". Terima kasih kepada dosen pembimbing  I saya yaitu  Prof. Dr. Ir. Simon Bambang Widjanarko, M.App.Sc dan dossen lembimbing  II saya yaitu Ibu Novita Wijayanti, STP, M.P atas bimbingan, kritik dan saran sehingga skripsi ini terselesaikan di tahun 2016. Syukur Alhamdulillah karya ini telah di publikasikan di Journal of Food Science and Technology dan berikut ini SharedIt link:
http://rdcu.be/JwbX

RINGKASAN

Daging sapi tetelan merupakan salah satu daging berkualitas rendah (kelas III), diperoleh dari sisa-sisa daging yang masih melekat pada tulang.  Kelemahan daging tetelan adalah harga jual lebih rendah, berukuran relatif kecil dan bentuknya tidak beraturan. Pemanfaatan potongan daging tetelan tersebut untuk kemudian diolah lebih lanjut dengan memanfaatkan suatu teknologi restrukturisasi. Prinsipnya adalah pemanfaatan bahan mentah yang relatif murah dengan bahan pengikat tertentu, namun produknya masih bisa menghasilkan produk daging olahan yang bisa dijual utuh dan bersaing dengan produk lain di pasaran. Ada banyak penelitian penggunaan bahan pengikat seperti Na-alginat, kalsium karbonat, dan fosfat pada berbagai jenis daging dan olahan daging lainnya. Namun belum ada informasi tentang penggunaan kombinasi kappa karagenan dan tepung porang sebagai bahan pengikat/pengisi pada daging restrukturisasi. Sementara itu, kelemahan produk restrukturisasi adalah warna produk yang tidak seragam sehingga tingkat penerimaan konsumen menurun. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan penggunaan pewarna angkak. Oleh karena itu, diperlukan sebuah optimasi formula produk restrukturisasi daging.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi optimum formula daging restrukturisasi terhadap hardness, water holding capacity, dan warna yang ditinjau dari konsentrasi gel porang dan karagenan serta pewarna angkak. Metode optimasi yang digunakan adalah rancangan Central Composit Design (CCD) dengan metode Response Surface Methodology (RSM) dengan 2 faktor yaitu konsentrasi gel dalam rentang 5% hingga 15% dan konsentrasi angkak rentang 5% hingga 7%, dengan 3 respon yaitu hardness, WHC, dan warna, serta menggunakan 5 center point, sehingga menghasilkan 13 perlakuan percobaan. Analisis data dilakukan dengan program Design Expert 7.1.6 yang merupakan respon dari hasil penelitian, kemudian dilakukan tahap validasi terhadap produk dengan perlakuan paling optimum. Validasi dilakukan dengan cara membandingkan nilai respon hasil penelitian yang sebenarnya dengan nilai hasil perhitungan program dengan nilai validasi dibawah 5%.
Hasil optimasi yang diprediksikan oleh program menunjukkan bahwa kondisi optimum formula daging restrukturisasi dengan kajian bahan pengisi dan pewarna angkak yaitu sebesar 10,21% bahan pengisi dan 6,11% bahan pewarna dengan respon hardness 45,6456 gr, WHC 72,7384%, dan warna 69,4749. Hasil verifikasi menunjukkan hasil kondisi optimum memiliki nilai hardness 43,83 gr, WHC 72,74%, dan warna 69,34. Hasil verifikasi tersebut telah sesuai dengan prediksi yang diberikan oleh program Design Expert 7.1.6 karena selisihnya lebih kecil dari 5%. Hasil uji T (T-test) menunjukkan bahwa sifat fisik dan kimia daging restrukturisasi hasil optimasi dengan produk komersial memberikan perbedaan yang nyata pada nilai kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar lemak, serat kasar, warna, dan WHC (Water Holding Capacity).

-Qory Amalia-

Jumat, 28 Oktober 2016

Analisa RSM (Response Surface Methodology)

Metode Permukaan Respon (Response Surface Methodology) atau yang biasa disebut (RSM) merupakan dasar pengujian linear antara variabel saling bebas dan respon pada pengujian yang pendek. RSM juga merupakan model gabungan dari teknik matematika dan statistika yang digunakan sebagai contoh model dan analisa yang menghasilkan beberapa variabel dan obyektifitas dari optimasi respon dan analisa oleh engineer (Montgomery, 2009). 

Metode respon permukaan adalah teknik yang digunakan untuk memodelkan hubungan antara variabel respon dan faktor perlakuan. Variabel faktor dapat disebut juga variabel independen dan dikontrol dalam eksperimen. Metode permukaan respon bertujuan untuk membantu peneliti dalam melakukan improvisasi untuk mendapatkan hasil optimum secara tepat dan efisiensi. Setelah daerah percobaan ditemukan, model respon dengan tingkat ketepatan lebih tinggi dapat digunakan untuk mendapatkan nilai variabel sebenarnya yang akan menghasilkan respon optimum. Dalam metode respon permukaan, solusi optimum dapat dipilih untuk kondisi maksimum, minimum, kondisi hasil yang paling diinginkan dan kondisi sepanjang batas atas dan bawah (Myere and Montgomery, 2002).
Pada metodologi permukaan respon, variabel X1, X2, ...., Xk dan diasumsikan sebagai variabel yang kontinyu, sedangkan respon didefinisikan sebagai variabel tak bebas Y yang merupakan variabel acak. Jika suatu hubungan matematika diketahui, maka formulasi tersebut dapat digunakan untuk menentukan kondisi operasi paling efisien. Secara umum, persamaan metode respon permukaan dapat di tuliskan sebagai Y = f(X1, X2, ....., Xk) (Montgomery, 2009). Menurut Gasperz (1995) kebanyakan metode permukaan respon menggunakan salah satu model polinomial dari fungsi Y = βo + β1X1 + β2X2 + .... + βkXk + є yang merupakan model polinomial ordo satu sebagai tahap awal, apabila terdapat kelengkungan dalam sistem, maka daapat dirumuskan dengan model polinomial ordo kedua dengan fungsi (Nwabueze, 2010):


k                         k
Y = βo +Ʃ βjXj + Ʃ Ʃ βijXiXj +Ʃ βjjXj2 + єi
j=1         i  <j=2        j=1


Dalam fungsi tersebut, Y adalah respon; Xi dan Xj adalah variabel; βo adalah koefisien konstan; βj, βjj, dan βij adalah koefisien interaksi linear, kuadrat dan istilah orde kedua, k adalah sejumlah faktor yang diteliti; dan  єi adalah kesalahan. Secara umum prosedur melakukan penelitian optimasi dengan Response Surface Methodology (RSM) (Nurmiah et al., 2013) yaitu :

1) Pembuatan rancangan formulasi dan respon berdasarkan desain eksperimen yang dipilih
2) Tahapan formulasi, yaitu melakukan proses penelitian sesuai kondisi formula yang sudah ditetapkan
3) Melakukan analisis respon
4) Melakukan optimasi dilanjutkan dengan verifikasi sebagai pembuktian terhadap prediksi nilai respon solusi formula optimum


Pada tahap analisis respon, setiap variabel respon dianalisa ANOVA satu per satu. Program akan menyarankan untuk memilih model ANOVA yang memiliki  tingkat tertinggi dan menghasilkan nilai signifikan ANOVA. Beberapa model ANOVA yang terdapat pada desain ini anatara lain : Linier, Quadratic, dan Cubic. Pemilihan model tersebut terjadi berdasarkan perhitungan menggunakan program DX 7.1.5 yaitu jumlah kuadrat dari urutan model (Sequential Model Sum Of Squares) dan ringkasan model statistik (Summary of Statstic). Pemilihan model berdasarkan jumlah kuadrat yaitu moddel yang terpilih berdasarkan pada nilai tertinggi derajat polinomial dengan syarat model diterima bernilai nyata terhadap respon apabila nilai P<5% dan model tersebut disarankan oleh program. Nilai P<5% menunjukkan bahwa peluang kesalahan model kurang dari 5% berarti model tersebut signifikan atau berpengaruh nyata terhadap respon.

Pemilihan kedua yaitu berdasarkan model statistik yaitu analisa perhitungan kesimpulan dari perhitungan sebelumnya. Model terpilih didasarkan pada nilai standar deviasi dan PRESS (Prediction Residuals Error Sum of Square) terendah. Semakin besar nilai standar deviasi maka menunjukkan bahwa data semakin bervariasi, sehingga apabila nilai standar deviasi semakin kecil maka tingkat keseragaman data semakin besar (Santoso, 2008). Sedangkan nilai press yang semakin kecil menunjukkan kesalahan data semakin kecil pula. Myers and Montgomery (2002), menyatakan bahwa penentuan model yang terbaik difokuskan pada nilai adjusted R2 dan predicted R2 yang maksimal. Hal ini dikarenakan semakin kecil nilai R2 menunjukkan semakin lemahnya hubungan antara variabel dependen dan independen (Nisfiannoor, 2009).  Menurut Nawari (2010), nilai R2 berkisar pada angka 0 sampai 1. Semakin mendekati nilai 1 maka pengaruh variabel peduga (Independent) terhadap varaibel tergantung (dependent) semakin kuat.

Model ANOVA yang dinyatakan signifikan dan lack of fit test yang tidak signifikan akan dipilih untuk menganalisa variabel. Dalam proses analisa juga terdapat kurva plot kenormalan residual (normal plot of residual) yang mengindikasikan apakah residual (selisih antara respon aktual dengan nilai respon yang diprediksikan) mengikuti garis kenormalan (garis lurus) pada model yang akan diberikan oleh program DX 7.1.5. Titik-titik data yang semakin mendekati garis kenormalan menunjukkan data menyebar normal, yang berati hasil aktual akan mendekati hasil yang diprediksikan oleh program (Kumari et al., 2008). 

Optimasi pada program akan dilakukan berdasarkan input data variabel dan data pengukuran respon. Output dari tahap optimasi berupa rekomendasi formula baru yang optimal menurut program. Formula dengan nilai desirability maksimum adalah formula yang paling optimal. Nilai desirability adalah nilai fungsi tujuan optimasi yang menunjukkan kemampuan program untuk memenuhi keinginan berdasarkan kriteria yang ditetapkan pada produk akhir. Nilai desirability berkisar dari 0-1,0 dimana semakin mendekati nilai 1,0 menunjukkan kemampuan program untuk menghasilkan produk yang dikehendaki semakin sempurna. Tahapan optimasi tidak bertujuan untuk memperoleh  nilai desirability 1,0 tetapi untuk mencari kondisi terbaik yang mempertemukan semua fungsi tujuan (Raissi and Farzani, 2009). Tahapan selanjutnya adalah tahapan verifikasi dilakukan dengan dua kali ulangan. Hasil yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan nilai variabel respon yang diprediksi oleh RSM yang telah dilengkapi dengan prediksi nilai setiap respon sehingga dapat dilihat kesesuaiannya pada tahapan verfikasi (Anihouvi et al., 2011).

Teknologi Restrukturisasi Daging

Pada umumnya produk olahan yang berasal dari daging berkualitas rendah mengalami proses pengolahan terlebih dahulu seperti dicincang (misalnya daging giling, kornet, dan lain-lain) atau digunakan sebagai campuran pada masakan tertentu. Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk mengolah daging yang berkualitas rendah adalah melalui restrukturisasi. Teknologi restrukturisasi merupakan proses pembentukan kembali bagian sekunder karkas menjadi bentuk yang mempunyai nilai tambah, dengan nilai jual yang masih terjangkau dan mempunyai karakteristik menyerupai steak dan daging pada umumnya (Raharjo et al., 1994). Sebagian besar produk daging hasil restrukturisasi dibuat melalui ekstraksi protein daging dengan menggunakan garam, fosfat, dan manipulasi mekanis. Dimana dengan pemasakan secukupnya maka akan terbentuk matriks gelatinisasi yang terbentuk akibat pemanasan (Schmidt dan Trout, 1982 dalam Ruiz et al., 1993).

Restrukturisasi sebenarnya sudah umum digunakan untuk pengolahan daging di negara-negara Amerika. Pada tahun 1977 telah dilakukan processing terhadap 37% kalkun, 20% unggas dan 19% daging sapi (Anonimus, 2007). Proses ini pada dasarnya adalah menggabungkan keseluruhan bagian sekunder karkas (bagian leher, paha depan, dan bagian tetelan lainnya) yang kemudian diikat dengan membentuk satu kesatuan dengan bahan pengikatnya berupa aditif (non meat additive), pengemulsi daging, dan ekstraksi protein miofibrillar.

Terdapat 4 metode untuk proses restrukturisasi daging, antara lain dibuat flake/menyerupai keripik dan dibentuk (flaking dan forming), dicincang dan dibentuk (chunking dan forming), diiris tipis dan dibentuk (sectioning dan forming), dan kombinasi dari metode-metode tersebut (Yun-Chu, 2002). Sedangkan menurut (Raharjo et al., 1995) perlakuan mekanis untuk proses restrukturisasi antara lain dengan cara dicincang, diiris, disuwir, dicincang dan iris, ditumbuk, atau diiris dan ditumbuk.

Menurut Boles (2007), ikatan dalam produk daging restrukturisasi diperoleh melalui pembentukan gel panas dan dingin (heat and cold-set). Produk daging restrukturisasi konvensional tergantung pada ikatan karena panas (hot set) dari protein daging yang diekstraksi dengan kombinasi antara garam, fosfat, dan pengolahan mekanis. Sedangkan untuk produk (cold set) memungkinkan produk dipasarkan dalam bentuk mentah. Faktor produksi yang memengaruhi proses pengikatan pada proses restrukturisasi adalah garam dan fosfat, suhu, transglutaminase, gum (Yun-Chu, 2002), dan manipulasi mekanis (Ruiz et al., 1993).

Hasil penelitian menyebutkan bahwa penambahan garam memengaruhi daya ikat air (water holding capacity), daya regang (shear force), tekstur dan juiceness (Yun-Chu, 2002). Suhu dibutuhkan untuk mempertahankan kelarutan protein. Sedangkan penambahan transglutaminase akan mengikat sifat gel dari protein otot. Penambahan gum (misalnya alginat dan karagenan) yang dikombinasikan dengan ion kalsium akan meningkatkan daya ikat dan memudahkan untuk membentuk pada produk restrukturisasi.

Kandungan lemak dan jaringan ikat merupakan faktor penting dalam produk restrukturisasi. Kandungan lemak dan jaringan konektif yang tinggi akan menjadikan produk kurang menarik, sehingga sangat penting untuk mengurangi lemak dan jaringan pengikat, khususnya jika menggunakan daging dari paha depan dan leher (Boles, 2007).

Prinsip utama pengolahan restrukturisasi daging adalah terbentuknya matriks interaktif pada permukaan protein daging agar bagian daging terikat bersama, dimana protein miofibrillar alami yang biasa digunakan adalah garam. Selanjutnya yang dapat digunakan sebagai bahan tambahan bukan daging (non meat ingredient) antara lain putih telur, susu bubuk, sodium caseinat, isolat kedelai, konsentrat kedelai, atau sumber protein lainnya. (Anonimus, 2007).

Proses restrukturisasi daging memberikan keuntungan diantaranya adalah meningkatkan nilai jual, prosesnya mudah dan mudah dibentuk sesuai dengan keinginan, lebih ekonomis. Disamping itu, proses restrukturisasi memungkinkan untuk membuat bermacam-macam produk baru untuk berbagai pasar yang berbeda, misalnya nugget, ham, dan lain-lain. Karakteristik terpenting dari produk daging hasil restrukturisasi adalah produk tersebut masih tetap mempertahankan tekstur dari keseluruhan produk daging (Anonimus, 2007).

Permasalahan produk hasil restrukturisasi yaitu ketengikan yang diakibatkan oleh proses oksidasi, dan warna yang tidak seragam (Ruiz et al., 1993), terutama oleh jaringan ikat yang menyebabkan perbedaan warna dan menyebabkan produk menjadi keras dan terlalu berserat (Yun-Chu, 2002). Proses oksidasi yang mengakibatkan ketengikan dan off flavour dapat dihambat dan dicegah dengan nitrit, fosfat, asam askorbat, antioksidan lainnya. Permasalahan lain yang timbul adala pemasaran pada tingkat retail, karena produk hasil restrukturisasi pada umumnya dipasarkan dalam keadaan dalam keadaan beku sehingga diperlukan fasilitas pendingin untuk pemasarannya untuk mempertahankan integritas strukturnya (Ruiz et al., 1993), sehingga untuk produk segarnya konsumen akan kesulitan memperolehnya. Produk restrukturisasi umumnya dipasarkan pada bentuk setengah matang atau beku untuk mempertahankan integritas strukturnya, namun dengan penambahan alginat/ kalsium sebagai pengikat telah memungkinkan produk hasil restrukturisasi tersebut dijual dalam produk mentah. Sementara itu, produk restrukturisasi tidak memiliki masalah berarti dengan bakteri patogen, namun perlu menjadi perhatian juga kemungkinan adanya kontaminasi dengan beberapa bakteri diantaranya Salmonella, Campylobacter jejuni, Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, dan E. Coli O157:H7 ( Yun-Chu, 2002).

Sabtu, 26 April 2014

ANALISIS KUANTITATIF KARBOHIDRAT




ANALISIS KUANTITATIF KARBOHIDRAT
 
A. Pre-lab
1.Bagaimana prinsip penetapan kadar gula total dengan metode anthrone?

Prinsipnya adalah karbohidrat dalam asam dulfat akan dihidrolisis menjadi monosakarida dan selanjutnya monosakarida akan mengalami dehidrasi oleh asam sulfat menjadi furfural atau hidroksi metil furfural (HMF) sehingga bereaksi dengan anthrone (9,10-dehidro-9-oxanthracene) membentuk senyawa kompleks berwarna biru kehijauan dan ditentukan dengan pengukuran absorbansi pada =630 nm (Legowo, 2005).

2.Apa perbedaan antara kadar gula pereduksi dengan kadar gula total?

Kadar gula pereduksi : analisa yang ditujukan untuk mengukur kadar gula pereduksi saja, seperti glukosa, fruktosa, laktosa.

Kadar gula total : untuk mengukur semua jenis gula pada sampel (total gula) baik gula pereduksi maupun gula non pereduksi.
(Hermayanti, 2006)

3.Bagaimana prinsip penetapan kadar pati dengan metode hidrolisis asam?

Prinsipnya adalah pati dihidrolisis dengan asam. Pati yang telah dihidrolisis dengan asam kemudian dinetralkan dengan NaOH dan jumlah glukosa ditentukan dengan pengukuran absorbansi  540 nm.

Kadar gula pereduksi =       vol filtrat              x 100%
                                      Berat sampel (mg)

Kadar Pati = kadar gula pereduksi x 0,9
(Sudarmadji, 2004)

4. Bagaimana prinsip pengukuran kadar serat kasar?

Bahan dihidrolisis dengan asam kuat pada suhu tinggi, kemudian dilakukan pengeringan, setelah pengeringan selesai dilanjutkan dengan penimbangan terhadap residu yang tertinggal yang disebut serat kasar.

Kadar serat kasar = berat residu (serat kasar) x 100%
                                        Berat sampel

(Ngili, 2010)
5. Apa perbedaan serat kasar dengan serat makanan?

Serat kasar: tidak larut, merupakan residu dari bahan pangan setelah diberi perlakuan asam dan alkali (tidak dapat dihidrolisis oleh asam kuat dan basa kuat seperti H2SO4 dan NaOH)

Serat makanan : merupakan jumlah total serat (sisa dari hidrolisis enzim-enzim pencernaan/komponen yang tidak dapat dicerna) dari bahan pangan baik yang larut air (serat pangan) maupun yang tidak larut air (serat kasar).
(Giandwood, 2007)
 

Tinjauan Bahan/ Reagen


A.      Metode anthrone

·         Akuades
Biasa disebut air suling merupakan air hasil penyulingan (diuapkan dan disejukkan kembali). Akuades memiliki rumus kimia H2O yang berarti dalam molekul terdapat 2 atom hydrogen kovalen dan atom oksigen tunggal. Akuades dalam metode analisis digunakan untuk melarutkan sampel. Kandungan logam pada akuades 0 ppm dan mempunyai pH 7 (netral) (Ngili, 2010).

·         Kalsium karbonat (CaCO3)
Kalsium karbonat adalah bahan aktif dalam kapur pertanian, dan biasanya merupakan penyebab utama air keras. Hal ini biasanya digunakan secara medis sebagai kalsium suplemen atau sebagai antisida, namun konsumsi yang berlebihan dapat membahayakan.

·         Pb-asetat
Pb-asetat adalah zat penjernih yang dapat mengendapkan asam organik asam amino, protein, dan polifenol. Pada analisa total gula metode anthrone berfungsi untuk mengendapkan partikel gula reduksi (Fieha, 2005).

·         Natrium Oksalat
Natrium Oksalat mempunyai pH 8, dengan densitas 2,27 g/cm3, senyawa ini termasuk berbahaya jika terkena kulit, mata dan tertelan. Fungsinya pada metode anthrone yaitu untuk mengendapkan sisa Pb-asetat sehingga terbentuk Pb-oksalat (Giandwood, 2007).

·         Pereaksi Anthrone
Pereaksi Anthrone adalah hasil reduksi anthragunone. Fungsinya yaitu membentuk senyawa kompleks biru kehijauan karena bereaksi dengan karbohidrat dalam asam sulfat pekat (Giandwood, 2007).

B.       Metode Hidrolisis Asam
·         Reagen Somogyi III yang mengandung CuSO4
Kristalin biru, anhidratnya bersifat higroskopis, bisa mengiritasi mata dan kulit, serta berbahaya jika tertelan. Jangan menghirup debunya dan hindari kontak dengan mata. Jika kontak dengan mata atu kulit segera bilas dengan banyak air. Jika tertelan cuci mulut dengan air yang banyak dan minum air yang banyak serta minta bantuan medis (Suryana, 2007).


·         Reagen Nelson yang mengandung arsenomolibdat
Berupa larutan berwarna biru. Reagen arsenomolibdat memiliki waktu simpan yang terbatas dan bersifat beracun, jika tertelan akan menimbulkan rasa pusing, mual, dan sesak. Jika terisap atau tertelan segera kumur-kumur dengan air yang banyak (Suryana, 2007).

·         Etanol
Etanol juga disebut ethyl alkohol, alkohol murni biji alkohol, minuman alkohol yang bervolatil. Rumusnya C2H6O (Fieha, 2005).

·         Eter
Eter atau alkoksi alkana adalah golongan senyawa yang mempunyai dua gugus alkil yang terikat pada satu atom oksigen. Dengan demikian eter mempunyai rumus umum R-OR1, dimana R dan R1 adalah gugus alkil. Dietil eter biasanya digunakan sebagai pelarut senyawa-senyawa organik. Selain itu, dietil eter banyak digunakan sebagai zat anestesi (obat bius) dirumah sakit (Fieha, 2005).

·         HCl
HCl adalah larutan asam klorida atau yang biasa dikenal dengan larutan HCl dalam air. Larutan ini merupakan cairan kimia yang sangat korosif dan berbau menyengat. HCl merupakan bahan kimia berbahaya atau B3 (Ngili, 2010).

·         NaOH
NaOH adalah salah satu jenis basa kuat yang bersifat korosif serta mudah menghancurkan jaringan organik yang halus. NaOH berbentuk padat berwarna putih dan memiliki sifat higroskopis (Ngili, 2010).

C.      Metode Serat Kasar
·         H2SO4
H2SO4 merupakan asam, asam ini dapat digunakan untuk mengasamkan garam dan menghasilkan asam yang lebih lemah. Afinitas H2SO4 terhadap air cukup kuat sehingga dapat memisahkan atom H dan O2 dari suatu senyawa (Ngili, 2010).

·         NaOH
NaOH mempunyai kelarutan yang mudah larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter. NaOH dapat membentuk basa kuat jika dilarutkan dalam air, pada pengukuran serat kasar berfungsi untuk mencuci residu dari proses sebelumnya (Giandwood, 2007).

·         K2SO4
K2SO4 merupakan senyawa larut garam yairu senyawa yang terbentuk dari sisi asam dan basa dengan reaksi yang menghasilkan garam dan H2O. K2SO4 berbentuk kristal atau bubuk berwarna putih, tidak beracun namun berbahaya jika tertelan. Bila tertelan segera minta bantuan medis. Produk ini stabil dan partially soluble pada air dingin serta dapat menyebabkan iritasi pada mata, kulit dan saluran pernafasan (Suryana, 2007).

 

Tinjauan Sampel

     Pada analisa karbohidrat metode Anthrone menggunakan sampel berupa kecap manis. Kecap manis merupakan salah satu produk olahan kedelai yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Tidak hanya popular, tetapi kecap manis sangat bermanfaat bagi kesehatan. kecap manis merupakan produk olahan yang teksturnya kental, berwarna coklat kehitaman, dan digunakan sebagai penyedap makanan. Tingginya kadar gula dan viskositas yang tinggi pada kecap manis ini disebabkan adanya penambahan gula dalam proses pembuatannya. Sebagian  besar dari kecap di Indonesia menunjukkan adanya perbedaan kandungan gula, kandungan asam, dan konsentrasi asam amino yang berhubungan dengan perlakuan fermentasi.
     Komponen terbesar kecap manis adalah karbohidrat, terutama sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Kecap manis memiliki kandungan asam amino cukup tinggi, karena kecap manis terbuat dari kacang kedelai yang memiliki kandungan protein yang tinggi. Kecap manis mengandung gula lebih banyak (26-61%) dibandingkan kecap asin (4-19%). Kecap manis di Indonesia berbeda dengan kecap Cina dan Kecap Jepang. Perbedaan utamanya terletak pada penambahan gula kelapa dan rempah-rempah, sehingga flavor dari kecap manis adalah manis, asin, beraroma rempah (spicy), dan gurih. Sementara itu, flavor utama pada kecap Cina dan Jepang adalah asin dan gurih (Sokhib, 2007).

     Sedangkan pada analisa karbohidrat metode Hidrolisis asam menggunakan sampel singkong. Ubi kayu atau singkong berasal dari Brazilia.  Dalam sistematika tumbuhan, ubi kayu termasuk ke dalam kelas Dicotyledoneae. Ubi kayu berada dalam famili Euphorbiaceae  yang  mempunyai  sekitar  7.200  spesies,  beberapa  diantaranya adalah  tanaman  yang  mempunyai  nilai  komersial,  seperti  karet  (Hevea brasiliensis),  jarak  (Ricinus  comunis  dan  Jatropha  curcas),  umbi-umbian (Manihot  spp),  dan  tanaman  hias  (Euphorbia  spp)     Karbohidrat  yang  terkandung  dalam  ubi  kayu  terdiri  dari  serat  kasar  dan pati.  Serat  kasar  terdiri  dari  selulosa,  hemiselulosa  dan  lignin  yang  berfungsi sebagai  penguat  tekstur.  Komponen  karbohidrat  merupakan  bahan  baku  utama yang  dapat  digunakan  sebagai  bahan  baku  pembuatan  etanol  adalah  pati  yang berfungsi sebagai sumber energy (Sudarmadji, 2004).

     Sementara itu, pada analisa karbohidrat metode serat kasar menggunakan sampel berupa nanas. Nanas yang berusia  satu  sampai dua  tahun,  tingginya 50- 150 cm, mempunyai tunas yang merayap pada bagian pangkalnya. Daun berkumpul dalam  roset  akar,  dimana  bagian  pangkalnya melebar menjadi  pelepah. Daun berbentuk seperti pedang,  tebal dan liat, dengan panjang 80-120 cm dan  lebar 2-6  cm,  ujungnya  lancip  menyerupai  duri,  berwarna  hijau  atau  hijau kemerahan. Buahnya berbentuk bulat panjang, berdaging, dan berwarna hijau, jika masak warnanya menjadi kuning, rasanya asam sampai manis.
     Sama halnya dengan serat-serat alam lainnya yang berasal dari daun (leaf fibres), secara morfologi jumlah serat dalam daun nanas terdiri dari beberapa ikatan serat (bundle of fibres) dan masing-masing ikatan terdiri dari beberapa serat (multi-celluler fibre). Berdasarkan pengamatan dengan mikroskop, sel-sel dalam serat daun nanas mempunyai ukuran diameter rata-rata berkisar 10 µm dan panjang rata-rata 4,5 mm dengan rasio perbandingan antara panjang dan diameter adalah 450. Rata-rata ketebalan dinding sel dari serat daun nanas adalah 8,3 µm. Ketebalan dinding sel ini ini terletak antara serat sisal (12,8 µm) dan serat batang pisang (1,2 µm) (Sudarmadji, 2004).


ANALISA PROSEDUR


1.      Total Gula Metode Anthrone
     Pada analisa total gula metode Anthrone, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan. Pertama, disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Alat yang digunakan diantaranya timbangan analitik, gelas beker, labu takar, spatula, pengaduk, corong, Erlenmeyer, tabung reaksi, kompor listrik. Sedangkan bahan yang digunakan adalah kecap manis, CaCO3, akuades, Pb-asetat, Na-oksalat, kertas saring Whatman, pereaksi Anthrone.
     Pada tahapan persiapan sampel, bahan (kecap manis) ditimbang sebanyak 5,8 gram menggunakan timbangan analitik. Kemudian bahan dipindahkan ke dalam gelas beker ukuran 100 ml, lalu ditambahkan akuades sebanyak 80 ml. Penambahan akuades berfungsi sebagai pengencer. Disisi lain menimbang CaCO3 sebanyak 2 gram yang kemudian ditambahkan pada sampel. CaCO3 berfungsi untuk pengondisian basa (antasid),  menginaktivasi enzim penghidrolisis pati, dan mencegah hidrolisis pati dan inversi. Selanjutnya larutan tersebut diuji menggunakan kertas lakmus sampai larutan tersebut bersifat basa (kertas lakmus berubah warna biru). Kemudian dipanaskan diatas kompor listrik selama 30 menit sampai mendidih. Perlakuan pemanasan ini bertujuan untuk mempercepat proses reaksi yang berlangsung. Setelah pemanasan larutan tersebut terlihat terdapat pemisahan endapan. Kemudian didinginkan, lebih cepat menggunakan air mengalir.  Setelah larutan dingin, diambil 5 ml larutan dan dimasukkan ke dalam labu takar berukuran 100 ml dengan menggunakan pipet volume. Kemudian ditambahkan Pb-asetat sebanyak 3 ml dengan menggunakan pipet volume. Pb asetat berbentuk cair atau zat penjernih yang dapat mengikat zat pengotor atau mengendapkan asam organik asam amino, protein, dan polifenol. Pada analisa total gula metode anthrone berfungsi untuk mengendapkan partikel gula reduksi (Fieha, 2005). Selain itu, juga ditambahkan 0,5 gram Na-oksalat ke dalam labu takar. Na Oksalat berupa serbuk berwarna putih, mempunyai pH 8, dengan densitas 2,27 g/cm3, senyawa ini termasuk berbahaya jika terkena kulit, mata dan tertelan. Fungsinya pada metode anthrone yaitu untuk mengendapkan sisa Pb-asetat sehingga terbentuk Pb-oksalat (Giandwood, 2007). Selanjutnya larutan tersebut ditambahkan akuades sampai tanda batas. Penambahan akuades berfungsi sebagai pengencer. Lalu larutan tersebut disaring dengan kertas saring whatman yang diletakkan pada corong, diusahakan tidak sampai berlubang kertas saringnya. Larutan filtrate yang telah disaring ditambahkan kembali dengan 1 gram Na-oksalat yang berfungsi untuk mengikat sisa Pb-asetat yang masih ada dalam larutan. Kemudian disaring kembali menggunakan kertas saring whatman yang diletakkan pada corong sehingga didapatkan filtrat sesungguhnya dari sampel kecap manis.
     Sedangkan pada tahapan penetapan sampel filtrat yang didapatkan dari proses persiapan sampel akan diuji atau direaksikan dengan pereaksi Anthrone. Diambil 1 ml filtrat dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 5 ml pereaksi Anthrone dengan menggunakan pipet volum. Pereaksi Anthrone berfungsi untuk membentuk senyawa kompleks biru kehijauan karena bereaksi spesifik dengan karbohidrat dalam asam sulfat pekat (Giandwood, 2007). Lalu tabung ditutup dan dicampur sampai merata. Kemudian diinkubasi di shaker waterbath selama 12 menit, hal ini berfungsi agar pereaksi Anthrone secara merata dapat bereaksi dengan sampel. Kemudian didinginkan cepat dengan menggunakan air mengalir. Pendinginan berfungsi agar dapat langsung diukur absorbansinya. Selanjutnya larutan dimasukkan ke dalam kuvet secukupnya dan diiukur absorbansinya pada = 630 nm. Dicatat hasil absorbansi sampel. Kemudian dihitung menggunakan persamaan yang telah diketahui dari larutan standar.

2.      Kadar pati metode hidrolisis asam
     Pada analisa total gula metode Anthrone, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan. Pertama, disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Alat yang digunakan yaitu mortar, erlenmeyer 250 ml, gelas beker, timbangan analitik, corong. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain  etanol, akuades, etil eter, HCl encer, NaOH
     Pada tahapan persiapan sampel, bahan (singkong) dihaluskan dengan menggunakan mortar. Hal ini bertujuan untuk mempermudah reaksi antara sampel dengan reagen yang akan ditambahkan. Kemudian ditimbang sebanyak 5 gram dengan timbangan analitik sampai berat konstan. Lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer ukuran 250 ml dan ditambahkan 50 ml etanol. Penambahan etanol berfungsi untuk melarutkan pati atau menghilangkan komponen selain pati. Kemudian ditempatkan pada shaker waterbath selama 1 jam untuk memaksimalkan kerja etanol dalam melarutkan pati dalam sampel. Kemudian suspense disaring menggunakan kertas saring whatman  untuk memisahkan residu dengan filtrat. Kemudian residu dicuci dengan akuades hingga volume titrat mencapai 250 ml. akuades berfungsi sebagai pengencer dan melarutkan komponen polar yang ada pada residu. Lalu, filtrat dibuang dan residu yang ada pada kertas saring dicuci denngan eter sebanyak 2ml. Hal ini berfungsi untuk melarutkan lemak pada sampel. Kemudian dibiarkan eter menguap. Lalu dicuci kembali dengan alcohol sebanyak 10 ml yang berfungsi untuk membebaskan lebih lanjut karbohidrat terlarut sehingga pati yang tertinggal sebagai residu. Residu dipindahkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan akuades sebanyak 200 ml dan HCl encer sebanyak 20 ml. Penambahan HCl encer sebagai agen hidrolisis pati. Kemudian ditutup dengan pendingin balik atau aluminium foil yang berfungsi agar HCl tetap ada di dalam sampel (tidak menguap) dan dipanaskan diatas pemanas air selama 2,5 jam agar hidrolisis pati dapat bekerja secara maksimal karena larutan bersifat asam akan maksimal pada suhu yang tinggi. Setelah itu didinginkan , kemudian ditambahkan NaOH yang berfungsi untuk menetralkan pH. Penambahan NaOH sedikit demi sedikit sampai terbentuk warna biru pada kertas lakmus. Kemudian diencerkan dengan akuades hingga volume 500 ml. selanjutnya disaring dengan kertas saring whatman dan dihasilkan filtrate yang siap diuji.
     Pada tahapan penetapan sampel, diambil 1 ml larutan filtrate kemudian dimasukkan ke dlaam tabung reaksi selanjutnya ditambahkan reagen Nelson. Reagen  Nelson berwarna biru dan memiliki fungsi untuk mengubah kupri (CuO) menjadi kupro (Cu2O) berwarna merah bata. Kemudian dipanaskan dalam air mendidih yang bertujuan untuk memaksimalkan kerja readen Nelson terhadap sampel yang diuji. Kemudian didinginkan, lalu ditambahkan reagen arsenomolibdat yang berwarna kuning memiliki fungsi untuk membentuk senyawa kompleks berwarna biru kehijauan. Selanjutnya divortex sampai endapan Cu2O larut lagi. Fungsinya divortex adalah untuk menghomogenisasi sampel sehingga dapat mempermudah pengukuran absorbansinya. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam kuvet dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm pada alat spektrofotometer.

3.      Serat kasar

            Pada analisa karbohidrat metode serat kasar, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan. Pertama adalah persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Alat yang digunakan adalah mortar, timbangan analitik, erlenmeyer 500 ml, cawan petri, gelas beker, gelas ukur, oven, desikator, corong, pipet volum, bulb. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain nanas, H2SO4, NaOH, kertas aring whatman, akuades, alcohol 96%, K2SO4.
            Selanjutnya pada tahapan analisa serat kasar, nanas dihancurkan terlebih dahulu sampai halus  dengan menggunakan mortar. Hal ini bertujuan untuk memperbesar luas permukaan nanas dan mempermudah menganalisa serat kasarnya. Kemudian ditimbang sebanyak 5 gram dengan menggunakan timbangan analitik dan dipindahkan ke dalam erlenmeyer ukuran 500 ml. lalu ditambahkan H2SO4 0,325 N sebanyak 100 ml dengan menggunakan gelas ukur. H2SO4 memiliki kegunaan untuk melarutkan komponen non serat yang bersifat asam. Kemudian dididihkan selama 30 menit. Perlakuan ini berfungsi untuk mempercepat reaksi atau proses pemisahannya serat. Semakin tinggi suhunya maka juga semakin cepat terjadi reaksinya. Kemudian ditambahkan NaOH 1,25 N sebanyak 50 ml dengan menggunakan gelas ukur untuk mengukurnya. Kerja NaOH hampir sama dengan H2SO4 yaitu melarutkan komponen non serat namun yang bersifat basa. Kemudian dididihkan kembali selama 30 menit untuk memaksimalkan kerja reagen terhadap sampel yang diuji. Kemudian didinginkan, apabila ingin cepat dingin maka digunakan air mengalir untuk mendinginkan larutan tersebut. Setelah dingin, kemudian disiapkan corong yang sudah dipasang kertas saring, lalu larutan disaring dengan kertas saring whatman. Residu yang tertinggal di kertas saring, lalu dicuci kembali dengan akuades mendidih. Kemudian kembali dicuci menggunakan alcohol 96% sebanyak 15 ml. alcohol berfungsi untuk menghilangkan sisa hidrolisis berupa gula. Kemudian dicuci kembali dengan 25 ml K2SO4 yang memiliki fungsi hampir sama dengan alcohol, bedanya dapat menghilangkan sisa hidrolisis berupa garam mineral. Selanjutnya residu yang tertinggal pada kertas saring dipindahkan ke dalam cawan petri lalu di keringkan di dalam oven selama 2 jam dengan suhu sekitar 100°C. Pengeringan ini berguna untuk mengetahui bobot endapan kering dari sampel. Setelah 2 jam, sampel tersebut dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit. Desikator merupakan alat untuk mendinginkan atau menghilangkan uap air yang ada dalam sampel dengan keberadaan silica untuk menyerap uap air tersebut. Kemudian setelah dingin, sampel ditimbang bobot keringnya dan dicatat. Selanjutnya dilakukan perhitungan kadar serat kasar menggunakan rumus sehingga didapatkan hasilnya.

B. Hasil dan Pembahasan

1. Total  Gula Metode Anthrone

Kurva standar
No
Konsentrasi
Absorbansi
1.
0
0,186
2.
0,2
0,491
3.
0,4
1,073
4.
0,6
1,999
5.
0,8
1,568
6.
1
1,999
7.
Sampel (kecap manis)
1,999



 
Persamaan Linear: y = 1, 888 x + 0, 274
Total gula sampel (kecap manis):  y                = 1, 888 x + 0, 274
                                                1,999               = 1,888 x + 0,274
                                                1,999 – 0,274  = 1,888 x
                                                x                      = 1,725/1,888  = 0,91367 mg/ml


Pertanyaan:                                                  
a.    Apa fungsi penambahan CaCO3 pada persiapan sampel padat dan cair?
CaCO3 berfungsi untuk menetralkan pH karena pada kondisi netral senyawa pada sampel lebih stabil dan reagen Anthrone dapat bekerja maksimal pada pH netral.

b.    Apa fungsi penambahan Pb-asetat pada persiapan sampel cair?
Fungsinya untuk mengendapkan partikel seperti protein dan mengikat pengotor seperti logam dan pigmen. Selain itu, untuk menjernihkan larutan sampel sehingga mempermudah pengukuran absorbansi dan dapat mengendapkan komponen gula.

c.    Apa fungsi alkohol 80% pada persiapan sampel padat?
Fungsinya untuk melarutkan komponen gula yang akan diambil dalam penentuan total gula.

d.   Apakah glukosa dari pati terdeteksi pada analisis total gula dengan metode Anthrone?
Iya, karena pati (karbohidrat) oleh asam sulfat akan dihidrolisis menjadi glukosa (monosakarida) mengalami dehidrasi oleh asam sulfat menjadi furfural (HMF). Kemudian senyawa furfural ini dengan reagen Anthrone membentuk senyawa kompleks berwarna biru kehijauan yang kemudian dibaca absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm sehingga glukosa pada pati dapat terdeteksi.


2. Pati Metode Hidrolisis Asam
No
Konsentrasi
Absorbansi
1.
0
0,062
2.
2
0,167
3.
4
0,274
4.
6
0,437
5.
8
0,462
6.
10
0,512
7.
Filtrat (Singkong)
1,999




Perhitungan:
             % kadar gula:             y          = 0,047 x + 0,083
                                                1,999   = 0,047 x + 0,083
                                                x          = 40,76 mg/ml

            Berat  pati       =  gula pereduksi x faktor konversi (0,9)
                                    = 40,76 x 0,9
                                    = 36,684 mg/ml
Pertanyaan:
a.       Mengapa pada analisa pati dengan metode hidrolisis asam dillakukan proses penghilangan lemak?

Karena glukosa yang terbentuk dari hidrolisis pati dapat berikatan dengan lemak menjadi glikolipid. Terbentuknya glikolipid ini akan menyebabkan glukosa tidak dapat diukur dengan metode hidrolisis asam, karena glukosa menjadi tidak terukur maka dapat terjadi kesalahan.

  1. Apakah serat larut air terdeteksi sebagai pati?

Tidak, karena serat larut air termasuk oligosakarida. Oligosakarida bersifat larut etanol sehingga pada penambahan 50 ml etanol 80% akan larut dan dipisahkan sehingga tidak termasuk fraksi yang dihidrolisis dengan asam untuk penentuan kadar pati, akibatnya serat larut air tidak terdeteksi.


  1. Bagaimana pengaruh gelatinisasi pati terhadap hasil analisis kadar pati?

Gelatinisasi merupakan proses terserapnya air ke dalam granula pati, sehingga granula pati akan membengkak dan kadar pati akan meningkat hingga proses gelatinisasi meningkatkan kadar pati.

  1. Mengapa berat pati dihitung sebagai 0.9 X berat gula, bukan 1.0 X berat gula?

Karena 0,9 merupakan faktor konversi, dimana diperoleh dari perbandingan berat molekul pati dengan berat molekul gula reduksi yang dihasilkan.

3. Serat Kasar
Perhitungan
Berat kertas saring      = 1,6277 gram
Berat sampel               = 5,0588 gram
Berat endapan kering + kertas            = 3,1181 gram
Berat akhir                  = (berat endapan kering + kertas) – berat kertas
                                    = 3,1181 gram – 1,6277 gram
                                    = 1,4904 gram
% serat kasar               = berat residu x 100%
                                        berat awal
                                    = 1,4904 x 100%         = 29,56 %
                                        5,0588        
Pertanyaan:
  1. Apakah prinsip analisa serat kasar sama dengan kadar air?

Iya, kedua analisa ini sama-sama berdasarkan metode gravimetri dengan melakukan pengembangan berat sebelum dan sesudah percobaan, sehingga dari keduanya dapat dihitung baik %kadar seratnya (pada analisa serat kasar) maupun %kadar air (pada analisa kadar air).

  1. Apa fungsi alkali dan asam kuat yang digunakan pada analisis serat kasar?

Alkali : untuk menghidrolisis komponen lain atau komponen non serat seperti NaOH
Asam kuat : untuk menghidrolisis komponen lain atau komponen non serat.

  1. Apakah polisakarida larut air seperti gum arab, gum tragacanth, dan locust bean gum terukur sebagai serat kasar?

Tidak, gum arab, gum tragacanth, dan locust buan gum merupakan serat pangan yang dapat larut dalam asam, basa, dan air. Sedangkan serat kasar merupakan serat pangan yang tidak dapat larut dalam asam, basa, dan air. Sehingga pada penetapan serat kasar gum tersebut akan larut dalam asam, basa, dan tidak terukur sebagai serat kasar.

d.      Bagaimana cara menganalisis serat larut air?

            Dengan cara menganalisa kadar serat total terlebih dahulu:
·         Sampel dihidrolisis dengan menggunakan enzim-enzim pencernaan.
·         Dilakukan penyaringan, dicuci dengan aseton dan etanol berguna menghilangkan lemak dan gula.
·         Dilakukan pengeringan residu. Dari pengeringan ini merupakan serat makanan.
·         Sisa ditimbang.

                        Selanjutnya residu/ serat makanan yang didapat (setelah ditimbang), dianalisa serat kasarnya dengan menggunakan deterjen. Setelah serat kasar didapat dilakukan perhitungan. Kemudian untuk mengetahui beberapa serat larutan yang dimiliki dilakukan perhitungan.
·         Serat makanan = serat kasar + serat larut air, sehingga didapatkan:
·         Serat larut air  = serat makanan –  serat kasar



PEMBAHASAN

            Pada analisa karbohidrat metode Anthrone berdasarkan data hasil praktikum, didapatkan hasil absorbansi masing masing pada konsentrasi 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1 adalah 0,186; 0,491; 1,073; 1,999; 1,568; 1,999. Dari hasil absorbansi tersebut di plot pada excel sehingga didapatkan persamaan linear y = 1, 888 x + 0, 274. Kemudian absorbansi sampel yang sudah terbaca pada spektrofotometer yaitu 1,999, kemudian dimasukkan ke dalam persamaan tersebut sebagai nilai y sehingga didapatkan nilai x sebagai total gula sampel kecap manis sebesar 0,91367 mg/ml. Berdasarkan SNI 01-2543-1999 ditetapkan spesifikasi persyaratan mutu kecap manis untuk kadar total gula dihitung sebagai sakarosa minimal 40%. Gula memegang peranan penting dalam kecap manis. Gula dapat meningkatkan kemanisan dan karakteristik aroma, menurunkan aw sehingga dapat memperpanjang masa simpan dengan cara menghambat pertumbuhan mikroorganisme, serta mempengaruhi warna dan flavor kecap melalui reaksi Maillard dan karamelisasi (Lubis, 2010). 
            Sedangkan pada analisa karbohidrat metode hidrolisis asam, , didapatkan hasil absorbansi masing masing pada konsentrasi 0; 2; 4; 6; 8 dan1 yaitu berturut-turut sebesar 0,062; 0,167; 0,274; 0,437; 0,462 dan 0,512. Dari hasil absorbansi tersebut di plot pada excel sehingga didapatkan persamaan linear y= 0,047 x + 0,083. Kemudian absorbansi sampel (singkong) yang sudah terbaca pada spektrofotometer yaitu 1,999, kemudian dimasukkan ke dalam persamaan tersebut sebagai nilai y sehingga didapatkan nilai x sebagai kadar gula sampel singkong sebesar 40,76 mg/ml. Kemudian untuk mengetahui berat pati dari singkong dengan mengalikan faktor konversi sebesar 0,9 sehingga didapatkan hasil berat pati 36,684 mg/ml. Sedangkan menurut Yoonan (2004), kadar pati dalam bentuk persentase sebesar 35%. Ada korelasi antara kadar HCN singkong segar dengan kandungan pati. Semakin tinggi kadar HCN semakin pahit dan kadar pati meningkat, begitu juga sebaliknya.
            Sementara itu, pada analisis karbohidrat dengan metode serat kasar didapatkan hasil penimbangan berat awal kertas saring sebesar 1,6277 gram, sedangkan berat sampel sampel awal (nanas) 5,0588 gram. Setelah mengalami perlakuan proses pengeringan dengan oven didapat berat endapan kering dan kertas adalah 3,1181 gram. Sehingga dapat dihitung berat akhir sebesar 1,4904 gram dan persentase serat kasar sebesar 29,56 %. Sedangkan berdasarkan LIPI (2009) menunjukkan kadar serat kasar pada sampel nanas sebesar 20,87%. Hal ini tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.

Penentuan panjang gelombang pada metode anthrone dan hidrolisis asam
Metode Anthrone
Glukosa  yang  bereaksi  dengan  reagen anthrone  menghasilkan  warna  hijau.  Produk reaksi  ini  dapat  diukur  pada  panjang  gelombang yang  berbeda.  Spektra  absorbansi  diukur  pada rentang panjang gelombang yang cukup besar dari 500  sampai  800  nm  (Leyva,  2007).    Penentuan panjang gelombang maksimum pada penelitian ini dilakukan  dengan  mengukur  absorbansi  larutan standar  glukosa  dengan  pereaksi  anthrone. Rentang  panjang  gelombang  yang  digunakan adalah  antara  610-700  nm  dengan  interpanjang  gelombang  5  nm.  Penentuan  panjang gelombang  maksimum  dalam  penelitian  ini dilakukan  pada  rentang  610 penelitian  sebelumnya  oleh  Komalawati  (2004), dimana absorbansi larutan standar glukosa dengan pereaksi  anthrone  yang  berwarna pada rentang panjang gelombang tersebut.
....
            Gambar tersebut menunjukkan absorbansi dimana terjadi serapan maksimum (puncak tertinggi) yang terdapat  pada  panjang  gelombang  630  nm. Panjang  gelombang  maksimum  ini  akan digunakan sebagai dasar pengukuran selanjutnya.

Metode Hidrolisis Asam
Kurva  standar  dibuat  dengan  mengukur  absorbans  larutan  glukosa  standar  pada  panjang gelombang maksimum. Panjang gelombang maksimum ditentukan dengan mengukur serapan larutan  standar  60  ppm  pada  panjang  gelombang    500    800  nm. Larutan  glukosa  standar dibuat  dengan  cara  melarutkan  110  mg  glukosa  monohidrat  dalam  100  ml  aquadest, selanjutnya  dari    larutan  tersebut  diencerkan  sehingga  diperoleh  larutan  glukosa  dengan konsentrasi  ;  10,  20,  30,  40,  50,  60,  70,  80,  90  dan  100  ppm. Masing-masing  konsentrasi larutan  diambil  sebanyak  1  ml  dan  dimasukkan    ke  dalam  tabung  reaksi,  selanjutnya ditambahkan 1 ml pereaksi Nelson. Selanjutnya semua tabung dipanaskan pada penangas air mendidih selama 20 menit. Tabung didinginkan bersama-sama dalam gelas piala yang berisi air  dingin,  setelah  dingin  ditambahkan  1 ml  pereaksi  Arsenomolybdat,  campuran  dikocok sampai  semua  endapan  Cu2O  yang  ada  larut  kembali.  Setelah  larut  ditambahkan  7  ml aquadest,  selanjutnya  absorbans  masing-masing  larutan  diukur  pada  panjang  gelombang maksimum.  Untuk  blanko  digunakan  aquadest  1  ml  dengan  perlakuan  yang  sama  pada persiapan larutan glukosa standar.


Kesimpulan

            Berdasarkan praktikum yang telah kami lakukan, ada beberapa yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
·         Prinsip metode Anthrone yaitu karbohidrat oleh asam sulfat akan dihidrolisis menjadi monosakarida kemudian mengalami dehidrasi oleh asam sulfat menjadi furfural atau HMF, lalu senyawa furfural dengan reagen Anthrone membentuk senyawa berwarna biru kehijauan dan dihitung absorbansinya pada =630 nm. Pada metode ini didapatkan hasil total gula pada kecap manis sebesar 0,91367 mg/ml.
·         Prinsip metode hidrolisis asam yaitu pati dihidrolisis dengan asam (HCl) jika telah terhidrolisis dengan asam menjadi glukosa kemudian dinetralkan dengan NaOH (jumlah glukosa ditentukan dengan pengukuran=540 nm). Pada metode ini didapatkan hasil berat pati sebesar 36,684 mg/ml.
·         Prinsip metode serat kasar adalah defating yaitu lemak dari bahan dihilangkan dengan pelarut lemak. Digestion yaitu pelarutan dengan menggunakan asam basa untuk menghilangkan senyawa selain non serat.  Pada metode ini didapatkan persentase serat kasar nanas sebesar 29,56 %.



Daftar Pustaka

Fieha. 2005. International de Sequndad Guimica del Etanol. Pabasco: Esperia
Giandwood. 2007. Chemistry of the Element 2nd ed. Butterwoit Neninemann: Oxford UK
Hermayanti. 2006. Modul Analisis Proksimat. SMAK: Padang
Legowo, A. 2005. Analisa Pangan. Semarang: UNDIP
Ngili, Y. 2010. Biokimia Dasar. Rekayasa Sains: Bandung
Sokhib, A. 2006.  Fortifikasi Zat Besi pada Kecap Kedelai. [Skripsi]. Yogyakarta: FTP UGM.
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhandi. 2004. Analisis untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi II. Bandung: Penerbit Alumni
Suryana, U. 2007. Lembar Kendali Keselamatn Kerja http://akademik.che.itb.ac.id diakses 21 April 2014 pukul 05.41 WIB
Yoonan,  et al. 2004. A  Study  of  Optimal  Conditions  for Reducing Sugars Producton  from Cassava Peels  by Diluted Acid  and Enzymes. Kasetsart  Journal (Natural Science) 38, pp. 29-35.
Lubis, H. 2010. Pengolahan Limbah Pabrik Keecap Menjadi Etanal. Tesis Pascasarjana USU, PSL Medan
LIPI. 2009. UPT Balai Informasi Teknologi Pangan & Kesehatan. Bogor: Litbang
Leyva, Alberto.et.al.  2007.  Rapid  and  Sensitive Anthrone-Sulfuric  Acid  Assay  in Microplate  Format  to  Quantify Carbohydrate  in  Biopharmaceutical  Products  :  Method  Development  and Validation. IABS Biological. 36:134.
Komalawati,  Erna.  2004.  Studi  Kelayakan Pemanfaatn  Gembili  (Dioscorea esculenta)  Kaji  Mutu  Nilai  Gizi  Pati Gembili.  Laporan  Tugas  Akhir. Surabaya: Kimia FMIPA ITS.