Sabtu, 05 April 2014

ANALISIS LEMAK

ANALISIS LEMAK

1.Bagaimana prinsip analisis kadar lemak dengan metode soxhlet?

Prinsipnya adalah lemak diekstrak dengan pelarut lemak yang bersifat non polar seperti Petroleum Eter (PE), Petroleum benzena, dll. Berat lemak diperoleh dengan cara memisahkan lemak dengan pelarutnya (menguapkan pelarut dengan pemanasan) (Gunawan, 2005).

2.Mengapa metode soxhlet disebut metode penetapan lemak kasar?

Karena lemak yang terekstrak bukanlah lemak murni, hal ini disebabkanpada saat ekstraksi dilakukan penambahan zat-zat larut dalam lemak seperti sterol, fosfolipid, asam lemak bebas ikut terekstraksi pula mengingat pelarut yang digunakan merupakan pelarut lemak (non polar) seperti dietil eter yang tidak dapat memisahkan lemak dengan komponen lain yang masih berikatan dengan lemak (Ketaren, 2005).

3. Bagaimana prinsip pengukuran bilangan peroksida dengan metode titrasi?

Pengukuran sejumlah iod yang dibebaskan dari kalium iodida (KI). Iod dilepaskan dari KI akibat reaksi oksidasi oleh peroksida yang ada dalam sampel di dalam medium asam asetat-kloroform.

Bilangan peroksida (mek/kg) =  mL Na.Bisulfat x Normalitas x 1000
Berat contoh (gr)

            (Ketaren, 2005)
4. Bagaimana prinsip penetapan kadar asam lemak bebas metode titrasi?

Prinsip penentuan persentase asam lemak bebas yaitu sampel dititrasi dengan asam-basa dalam medium etanol. Indikator yang digunakan untuk menunjukkan titik akhir titrasi adalah fenolftalein (Gunawan, 2005).

5.Apa yang dimaksud dengan bilangan peroksida?

Bilangan peroksida adalah banyaknya miliekuivalen peroksida dalam 1000 gram lemak. Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak (Winarno, 2004)



6.Apa yang dimaksud dengan asam lemak bebas?

Asam lemak bebas adalah jumlah asam lemak bebas dalam sampel dan merupakan parameter mutu minyak/lemak atau produk pangan yang mengandung lemak/minyak (Winarno, 2004).


B.      Hasil dan Pembahasan
1.      Kadar Lemak Metode Soxhlet
No.
Nama sampel
Berat sampel
Berat sampel+labu
Berat labu
Berat lemak (gram)
% lemak
1.
Kemiri
5,0730 gr
35,8702 gr
38,8826 gr
3,0124 gr
59,38
2.
Wijen
5,0157 gr
36,3614 gr
40,0760 gr
3,7146 gr
74,059
3.
Jahe
5,0645 gr
34,1844 gr
34,7043 gr
0,5199 gr
10,267

Perhitungan

1.      % Lemak  =  Berat Lemak (gr)  x 100% = 3,0124/ 5,0730 x 100% = 59,38%
                      Berat Sampel (gr)                                                   


2.      % Lemak =  Berat Lemak (gr)  x 100% = 3,7146/ 5,0157 x 100% = 74,059%
                      Berat Sampel (gr)


3.      % Lemak =  Berat Lemak (gr)  x 100% = 0,5199/ 5,0645 x 100% = 10,267%
                      Berat Sampel (gr)


PEMBAHASAN

            Prinsip uji analisa kadar lemak metode soxhlet yaitu mengekstrak lemak dengan pelarut no polar seperti petroleum benzena, dietil éter, dan lain-lain. Lemak-lemak yang terdapat dalam pelarut dipisahkan dengan cara menguapkan pelarut sehingga berat lemak dapat diketahui dengan rumus berikut ini:

% Lemak =    Berat Lemak (gr)  x 100%
                        Berat Sampel (gr)

ANALISA PROSEDUR

            Pada percobaan analisa kadar lemak dengan metode soxhlet, ada beberapa tahapan yang perlu diperhatikan. Tahapan pertama adalah persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Ada 3 sampel yang akan diuji, diantaranya kemiri, wijen, dan jahe. Pertama, sampel dihancurkan dengan menggunakan mortar. Penghalusan sampel berpengaruh terhadap jangkauan pelarut mengenai bahan untuk melarutkan lemak. Kemudian sampel ditimbang sebanyak 5 gram dengan menggunakan timbangan analitik diatas kertas saring yang telah diberi kapas. Kemudian dimasukkan oven pada suhu 100°C selama 1 jam yang berfungsi untuk mengurangi kadar air dalam sampel. Selain sampel, di dalam oven juga terdapat alat labu soxhlet dan tabung ekstraksi yang sudah di oven terlebih dahulu selama 2 jam. Kemudian alat tersebut, dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit dengan menggunakan capit atau sarung tangan, usahakan jangan terpegang oleh tangan. Desikator merupakan alat untuk mendinginkan, didalamnya terdapat silica yang berfungsi untuk menyerap uap air yang menguap setelah pemanasan di oven. Setelah 15 menit, labu ditimbang menggunakan timbangan analitik untuk mengetahui berat labu dan catat hasilnya. Di samping itu, sampel dikeluarkan dari oven, kemudian dibungkus atau dilipat lalu direkatkan dengan tali. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam tabung ekstraksi. Disisi lain, disiapkan pelarut petroleum eter sebanyak 35 ml dan dimasukkan ke dalam tabung ekstraksi. Pelarut ini berfungsi untuk melarutkan lemak, mengekstraksi lemak, dan selektivitasnya tinggi dengan titik didih rendah. Kemudian ujung tabung soxhlet dan dibawah kondensor diberi vaselin yang berfungsi untuk membuat kondisi vakum atau kedap, sehingga pelarut tidak menguap sehingg tidak menghabiskan banyak pelarut dan agar mempermudah dalam melepaskan tabung soxhlet. Disiapkan alat soxhlet dengan cara memberikan es batu pada ember yang berfungsi untuk mendinginkan kondensor dan dicek aliran air di dalam kondensor. Setelah itu dinyalakan tombol di alat soxhlet dan di refluks selama 5 jam. Diusahakan setiap jam diganti es batu di dalam ember agar kondensor tetap dingin. Refluks berfungsi untuk mengekstraksi lemak dalam sampel. Setelah 5 jam, alat soxhlet dimatikan lalu sampel dimasukkan kedalam oven pada suhu 105°C selama 2 jam untuk menurunkan uap air yang masih ada pada sampel. Kemudian didinginkan kembali di dalam desikator selama 15 menit. Kemudian ditimbang berat labu+sampel. Dihitung kadar lemak berdasarkan rumus yang sudah ditentukan, sehingga didapatkan hasil.

PERBANDINGAN DHP DENGAN LITERATUR

            Berdasarkan data hasil pengamatan kadar lemak dengan metode soxhlet, didapatkan hasil pada sampel kemiri dengan berat lemak 3,0124 gram dan berat sampel sebesar 5,0730 gram, sehingga didapatkan persentase lemak sebesar 59,38%. Sedangkan menurut Arlene (2010), nilai kadar lemak dari kemiri bekisar 55-66% dari berat bijinya. Selain itu, Berdasarkan pengelompokannya, menurut Ketaren (2005), minyak kemiri  termasuk dalam kelompok minyak lemak. Sehingga dapat dikatakan bahwa data hasil pengamtan sudah sesuai dengan literatur yang ada mengenai persentase kadar lemak dari biji kemiri.
            Sementara itu, pada sampel wijen didapatkan berat lemak sebesar 3,7146 gram dari berat sampel sebesar 5,0157 gram, sehingga dihasilkan persentase kadar lemak sebesar 74,059%. Kadar lemak pada sampel wijen merupakan kadar yang tertinggi dibandingkan dengan sampel lainnya. Karena menurut penelitian  Puspitasari (2012) menyebutkan kadar lemak dalam 100 gr biji wijen terdapat 99,7 %, atau bisa dikatakan lebih daari 50% didalam biji wijen mengandung lemak dan sisanya yaitu kompen lain seperti protein.  Oleh karena itu banyak yang memanfaatkan biji wijen untuk dijual sebagai minyak wijen. Minyak wijen yang diketahui sangat kaya zat gizi itu, sekaligus mengandung senyawa asam lemak esensial, omega 6, omega 9, antioksidan, dan lecithin yang berkasiat baik bagi pencegahan penyakit jantung, kolesterol, kanker, dan lain-lain.
            Sedangkan pada sampel jahe dengan berat sampel sebesar 5,0645 gram didapatkan berat lemak sebesar 0,5199 gram, sehingga persentase lemak sebanyak 10,267%. Menurut Singh (2008), didapatkan kandungan jahe  memiliki kadar  air  7-12%,    minyak  atsiri  1-3%, oleoresin  5-10%,  pati  50-55%  dan  sejumlah  kecil  protein,  serat,  lemak sampai  7%. Selain itu, Oleoresin  jahe mengandung  lemak,  lilin,  karbohidrat,  vitamin  dan mineral. Oleoresin memberikan kepedasan aroma yang berkisar antara 4-7% dan sangat berpotensi sebagai antioksidan  (Balachandran et al. 2006). Sehingga dapat disimpulkan bahwa kandungan lemak pada sampel jahe memang sedikit sekitar 7%. Hal ini sudah sesuai dengan data pengamatan.
            Sehingga dapat disimpulkan bahwa persentase kadar lemak dari ketiga sampel dari yang terbesar ke terkecil yaitu wijen > kemiri > jahe. Hal ini disebabkan karena sebagian pada sampel biji wijen mengandung lemak.


Berikut ini faktor yang memengaruhi analisa kadar lemak metode soxhlet, sebagai berikut:
1.      Jenis Pelarut
2.      Proses Pengeringan
3.      Keberadaan senyawa yang terlarut
4.      Penghalusan sampel: berpengaruh terhadap jangkauan pelarut mengenai bahan untuk melarutkan lemak
5.      Kadar air: semakin tinggi kadar air suatu bahan semakin sulit pelarut masuk kedalam jaringan

Pertanyaan
a.    Apa yang terjadi jika penghilangan sisa pelarut setelah ekstraksi dengan soxhlet dilakukan dengan pemanasan dalam oven yang terlalu lama?
Apabila dilakukan penghilangan sisa pelarut setelah ekstraksi dengan soxhlet dilakukan dengan pemanasan dalam oven yang terlalu lama maka akan terjadi reaksi oksidasi (lemak teroksidasi). Hal ini akan mengakibatkan lemak rusak dan dapat mengurangi berat lemak saat ditimbang karena lemak dapat menguap apabila dipanaskan.

b.    Mengapa ekstraksi soxhlet dihentikan jika pelarut sudah berwarna jernih?
Karena menandakan semua lemak yang ada pada sampel telah terekstrak dan sudah tidak lagi bercampur dan sudah terpisah dari pelarut.

c.    Pelarut apa yang dapat Saudara gunakan untuk mengganti dietileter? Apa kelebihan dan kekurangan dari masing-masing pelarut tersebut !
Pelarut yang dapat digunakan  adalah Petroleum Eter (PE). Kelebihannya Mudah didapatkan, selektif melarutkan lemak, relative terjangkau, menguap pada suhu rendah (70-80°C).  Kekurangannya adalah  

d.   Apakah semua jenis lipid terdeteksi sebagai lemak pada análisis lemak dengan metode soxhlet?
            Iya, karena pada análisis lemak dengan metode soxhlet, pelarut yang digunakan tidak dapat memisahkan lemak yang berikatan komponen lain dan juga  jenis asam lemak yang terkandung di dalamnya.oleh karena itu, metode soxhlet juga disebut metode análisis lemak kasar (lemak yang terekstraksi bukan lemak murni).

2.      Bilangan Peroksida

No.
Nama sampel
Berat sampel
Volume Na2S2O3 (ml)
Bilangan peroksida
1.
Minyak merk
10,0291 gr
0,8 ml
7,97
2.
Minyak curah
10,0494 gr
0,85 ml
8,458
3.
Minyak 10 x goreng
10,0102 gr
1,4 ml
1,985

Perhitungan
1.      Biangan peroksida           =          mL Na2S2O3 x  N Na2SO3  x 1000
                                                                 Berat Sampel (gr)

                                         =          0,8 x 0,1 x 1000/ 10,0291       = 7,97

2.      Bilangan peroksida          =          mL Na2S2O3 x  N Na2SO3  x 1000
                                                                 Berat Sampel (gr)
                                         =          0,85 x 0,1 x 1000/ 10,0494     = 8,458

3.      Bilangan peroksida          =          mL Na2S2O3 x  N Na2SO3  x 1000
                                                                 Berat S            ampel (gr)

                                         =          1,4 x 0,1 x 1000/ 10,0102       = 13,985


PEMBAHASAN
      Prinsip analisa bilangan peroksida yaitu pengukuran jumlah iod yang dibebaskan oleh KI akibat reaksi oksidasi oleh peroksida yang ada pada sampel dalam medium asam asetat glasial kloroform. Berikut ini rumus bilangan peroksida:

Bilangan peroksida=            mL Na2S2O3 x  N Na2SO3  x 1000 =
                                                Berat Sampel (gr)


ANALISA PROSEDUR
     Pada analisa bilangan peroksida, tahapan pertama yaitu periapan alat dan bahan yanng akan digunakan. Sampel yang digunakan yaitu minyak bermerk, minyak curah, dan minyak 10 x penggorengan. Sampel tersebut ditimbang sebanyak 10 gram dengan menggunakan timbangan analitik. Sampel ditaruh di erlenmeyer ukuran 250 ml, kemudian ditambahkan pelarut asam asetat glasial:kloroform (3:2) sebanyak 30 ml. Pelarut ini berfungsi sebagai pelarut I2 yang dilepaskan oleh KI. Asam asetat sendiri berfungsi untuk mempercepat reaksi dan memberikan kondisi pH asam yang sesuai untuk reaksi KI dengan peroksida. Sedangkan Kloroform berfungsi untuk melarutkan lemak dari komponen lain. Kemudian larutan dikocok sampai minyak larut. Lalu ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh. Larutan tesebut berfungsi sebagai indikator dan melepaskan I2 atau peroksida yang ada pada sampel. Kemudian dikocok kembali selama 1 menit, lalu ditambahkan 30 ml akuades yang berfungsi untuk mengencerkan sehingga yodium lebih mudah mengikat pati. Kemudian dititrasi dengan Na-tiosulfat 0,1 N sebagai titran sampai warna kuning memudar. Penambahan Na-tiosulfat sebagai reduktor.  Kemudian ditambahkan 3 tetes pati yang berguna untuk mengikat iodium yang sudah ditambahkan. Penambahan pati akan mengubah warna kuning menjadi biru. Selanjutnya dititrasi sampai warna biru menghilang dengan menggunakan titran Na-tiiosulfat. Dihitung perubahan volume Na-tiosulfat dan dihitung miliekuivalen peroksida tiap sampel, sehingga didapatkan hasil bilangan peroksida tiap sampel.

PERBANDINGAN DHP DENGAN LITERATUR

      Berdasarkan data hasil pengamatan pada 3 sampel yaitu minyak merk, minyak curah, dan minyak 10 x penggorengan. Pada sampel minyak bermerk didapatkan volume Na2S2O3 sebesar 0,8 ml dan berat sampel 10,0291 gram, sehingga bilangan peroksidanya yaitu 7,97 mek/kg. Berdasarkan SNI-3741-2013 ditetapkan nilai bilangan peroksida minyak bermerk maksimal 10 mek/kg. oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sampel yang diuji sudah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia mengenai batas keberadaan bilangan peroksida di dalam minyak goring.
      Sementara itu, pada minyak curah didapatkan volume Na2S2O3 sebesar 0,85 ml dengan berat sampel sebanyak 10,0494 gram sehingga hasil nilai bilangan peroksida sebesar 8,458 mek/kg. Berdasarkan penelitian Aminah (2010), menyatakan bahwa bilangan peroksida dari minyak curah sebesar 4,824 meq peroksid/kg. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan data hasil pengamatan, bahkan 2 kali lipat. Diduga adanya kesalahan saat melakukan praktikum, yaitu pada titrasi Na2S2O3 yang mungkin berlebihan.
      Sedangkan pada sampel minyak 10 x penggorengan, didapatkan selisih perubahan volume Na2S2O3 sebanyak 1,4 ml dengan berat sampel 10,0102 gram dan didapat nilai bilangan peroksida sebesar 13,985 mek/kg. Sedangkan berdasarkan SNI 01-3555-1998 menyebutkan bahwa minyak dengan 10 x penggorengan didapatkna nilai bilangan peroksida dalam bobot cuplikan 5,0-2,0 gram sebesar 0-12 mek/kg. Hal ini tidak sesuai dengan hasil pengamatan yang lebih besar dari Standar Nasional Indonesia, diduga karena minyak sampel yang digunakan sudah terlalu sering digunakan untuk menggoreng. Sehingga nilai bilangan peroksidanya tinggi. Hal ini dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak diikehendaki dalam bahan pangan, jika jumlah peroksida dalam bahan pangan lebih besar dari 100 meq peroksid/kg akan bersifat sangat beracun dan tidak dapat dimakan. Minyak goreng yang demikian sudah tidak layak untuk dikonsumsi karena dapat menyebabkan penyakit seperti kanker, menyempitnya pembuluh darah dan gatal pada tenggorokan.
      Dapat disimpulkan bahwa nilai bilangan peroksida dari ketiga sampel terbesar ke yang terkecil yaitu minyak 10 x penggorengan > minyak curah > minyak bermerk. Hal ini menunjukkan tingkat degradasi minyak atau derajat kerusakan minyak dengan 10 x penggorengan jauh lebih besar dibandingkan dengan minyak curah dan minyak bermerk.
      Ada beberapa faktor yang memengaruhi analisa bilangan peroksida setiap sampel, diantaranya:
  1. Jumlah pengulangan penggorengan
  2. Suhu penggorengan
  3. Jumlah O2
  4. Ketidakjenuhan Asam Lemak dalam minyak
  5. Adanya antioksidan

Pertanyaan
  1. Apa fungsi Na-tiosulfat dalam analisis bilangan peroksida?
                        Na-tiosulfat berfungsi sebagai titran dan reduktor, sehingga dapat mengikat iod sehingga kadar iod yang dilepas oleh KI dapat terukur.

  1. Mengapa indikator yang digunakan adalah amilum?
                        Karena pati mampu menangkap iod bebas sehingga dapat berubah warna menjadi ungu. Warna inilah yang menandakan adanya peroksida.

  1. Mengapa titrasi dihentikan ketika warna biru hilang?
                        Titrasi dihentikan ketika warna biru hilang, karena hilangnya warna biru tersebut mengindikasikan bahwa Na pada Na-tiosulfat berikatan dengan iod. Iod dilepaskan oleh KI dengan adanya reaksi oksidasi oleh peroksida.



3.      Kadar Asam Lemak Bebas
No.
Nama sampel
Berat sampel
Volume KOH (ml)
Jenis dan BM Asam Lemak
Kadar ALB (%)
1.
Minyak merk
10,0576 gr
3,25 ml
256
0,04136
2.
Minyak curah
10,0941 gr
2,35 ml
256
0,02979
3.
Minyak 10 x penggorengan
10,0177 gr
14,4 ml
256
0,1839

Perhitungan
1.      Minyak merk
Kadar ALB %      =          mL NaOH x N x BM Asam Lemak  x 100%
                                         Berat Sampel (gr) x 1000

                             =          3,25 x 0,05 x 256 x 100%
                                         10,0576 x 1000

2.      Minyak curah
Kadar ALB %      =          mL NaOH x N x BM Asam Lemak  x 100%
                                         Berat Sampel (gr) x 1000

                             =          3,25 x 0,05 x 256 x 100% = 0,02979%
                                         10,0941 x 1000

3.      Kadar ALB %      =          mL NaOH x N x BM Asam Lemak  x 100%
                                         Berat Sampel (gr) x 1000

                  =          14,4 x 0,05 x 256 x 100% = 0,1839%
                              10,0177 x 1000

PEMBAHASAN
            Prinsip penentuan kadar asam lemak bebas yaitu mengetahui asam lemak bebas yang terdapat pada bahan yang dititrasi asam-basa dalam medium etanol. Rumus penentuan kadar asam lemak bebas sebagai berikut:

Kadar ALB % = mL KOH x N x BM Asam Lemak  x 100%
                  Berat Sampel (gr) x 1000
           
ANALISA PROSEDUR
            Pada pengamatan penentuan asam lemak bebas (ALB) terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan. Pertama adalah persiapan alat dan bahan yang akan digunakan, ada 3 sampel yang akan diuji diantaranya minyak bermerk, minyak curah, dan minyak 10 x penggorengan. Sampel tersebut ditimbang sebanyak 10 gram dengan menggunakan timbangan analitik dan ditaruh pada erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan 50 ml alkohol 95% yang berfungsi sebagai pelarut ALB dan menginaktifkan kerja enzim lipase sebelum titrasi. Kemudian juga ditambahkan 3 tetes indikator PP sebagai indikator, apabila larutan berwarna pink menandakan bahwa larutan bersifat basa. Sedangkan apabila larutan tidak berwarna berarti menunjukkan larutan bersifat asam. Kemudian ditambahkan KOH 0,05 N yang berfungsi sebagai penetral sifat asam lemak bebas dengan reaksi asam-basa. Kemudian larutan tersebut dititrasi sampai warna merah jambu permanen selama 30 detik. Kemudian dihitung perubahan volume KOH dan dihitung kadar asam lemak bebas masing-masing sampel.

PERBANDINGAN DHP DENGAN LITERATUR

            Berdasarkan data hasil pengamatan pada 3 sampel yaitu minyak bermerk, minyak curah, dan minyak 10 x penggorengan. Pada sampel minyak bermerk didapatkan volume KOH 3,25 ml dengan berat sampel 10,0576 gram sehingga didapatkan % asam lemak bebas sebesar 0,04136. Sedangkan berdasarkan SNI-3741-2013 ditetapkan nilai ALB minyak goreng maksimal 0,6 mg KOH/gr sampel. Oleh karena itu, dapat dikatakan sampel minyak yang diuji sudah sesuai dengan literatur dan layak untuk dikonsumsi. Karena apabila ALB melebihi 0,6 mg KOH/gr sampel minyak tidak layak untuk dikonsumsi.
            Sementara itu, pada sampel minyak curah didapatkan selisih volume KOH sebesar 2,35 ml dengan berat sampel sebesar 10,0941 gram, sehingga dapat dihasilkan persentase ALB sebesar 0,02979. Sedangkan berdasarkan SNI 01-3555-1998 ditetapkan nilai asam lemak bebas pada minyak curah maksimal 0,3% (b/b). Hal ini sudah sesuai dengan standarnya, oleh karena itu minyak curah masih dapat dikonsumsi. Namun jika dibandingkan dengan minyak bermerk masih lebih rendah minyak curah, hal ini terjadi kesalahan saat titrasi dengan KOH atau indikator yang dipakai sudah tidak bagus, sehingga memengaruhi hasil pengamatan.
            Sedangkan pada sampel minyak goreng dengan 10 x penggorengan didapatkan selisih volume KOH hasil titrasi sebesar 14,4 ml dengan berat sampel sebesar 10,0177 gram menghasilkan nilai asam lemak bebas sebesar 0,1839.  Berdasarkan SNI-3741-2013 ditetapkan nilai ALB minyak goreng maksimal 0,6 mg KOH/gr sampel. Hal tersebut menandakan bahwa minyak 10 x penggorengan masih layak dikonsumsi, namun alangkah baiknya mengonsumsi minyak goreng yang kadar ALB-nya rendah. Namun jika dibandingkan dengan sampel lainnya, minyak 10 x penggorengan jauh lebih besar persentase ALB-nya, tingginya kadar asam lemak bebas awal disebabkan karena tingginya kerusakan minyak selama penggunaan. Terjadinya proses oksidasi dan hidrolisis akan menyebabkan asam lemak bebas minyak meningkat (Desminarti, 2007).
            Oleh karena itu dari data hasil pengamatan dapat disimpulkan nilai persentase asam lemak dari yang terbesar ke yang terkecil yaitu minyak 10 x penggorengan > minyak bermerk > minyak curah. Namun ada kesalahan dalam menitrasi minyak bermerk sehingga nilai volume KOH besar. Seharusnya nilai asam lemak bebas minyak bermerk lebih kecil dibandingkan dengan minyak curah dan 10 x penggorengan. Karena nilai asam lemak bebas menunjukkan parameter mutu atau kualitas dari minyak goreng. Semakin besar angka asam lemak bebasnya maka semakin jelek kualitas dari minyak goreng tersebut.
Faktor-faktor yang memengaruhi bilangan asam lemak bebas adalah
1.      Kadar air dalam minyak atau bahan
2.      Frekuensi penggunaan minyak goreng
3.      Kelembapan bahan pangan
4.      Suhu pada proses penggorengan
5.      Kecepatan perubahan lemak

Pertanyaan
  1. Mengapa dalam analisis kadar asam lemak bebas digunakan pelarut alkohol?
                        Karena etanol mampu mengikat asam lemak bebas yang bersifat polar sehingga asam dan basa akan larut pada etanol yang bersifat polar.
           

  1. Apakah semua asam lemak  bebas terekstrak oleh alkohol pada analisis asam lemak bebas dengan metode titrasi?
                        Tidak, karena tidak semua asam lemak yang dihasilkan oleh ekstraksi etanol adalah asam lemak bebas dan belum tentu asam lemak mengalami kerusakan (lisis menjadi asam lemak bebas).


  1. Apakah basa selain KOH dapat digunakan pada penetapan kadar asam lemak bebas?
                        Bisa, karena basa kuat seperti NaOH dapat digunakan sehingga kadar lemak yang bersifat asam dapat terserap oleh volume basa kuat sehingga kita dapat mengetahui asam lemak bebasnya.


  1. Mengapa kadar asam lemak bebas didasarkan pada berat molekul asam lemak yang dominan?
                        Karena asam lemak yang dominan akan terhidrolisis lebih besar dibandingkan molekul asam lemak yang minoritas, sehingga dapat dijadikan indikator banyaknya persentase kadar asam lemak bebas pada sampel.
                       
  1. Mengapa indikator yang digunakan fenolftalein/PP?
            Karena percobaan asam lemak bebas menggunakan prinsip titrasi asam basa dengan penggunaan indikator PP akan mengubah warna menjadi merah muda apabila larutan bersifat basa dan PP memiliki nilai pH 8,0-9,6.

KESIMPULAN

            Berdasarkan data hasil pengamatan kadar lemak, bilangan peroksida, dan asan lemak bebas dapat dismpulkan sebagai berikut:
1.      Kadar lemak metode soxhlet pada wijen > kemiri > jahe. Hal ini sudah sesuai dengan literatur karena biji wijen mengandung 50% minyak dan sisanya kandungan yang lain seperti protein.
2.      Bilangan peroksida minyak 10 x penggorengan > minyak curah > minyak bermerk. Hal tersebut sudah sesuai dengan literatur, karena bilangan peroksida dapat menunjukkan tingkat degradasi minyak atau untuk menentukan derajat kerusakan minyak. Semakin besar nilai bilangan peroksida maka akan semakin besar derajat kerusakan minyak tersebut.

3.      Kadar asam lemak bebas dari minyak 10 x penggorengan > minyak merk > minyak curah. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menyebutkan kadar asam lemak minyak bermerk harus lebih kecil dibanding minyak curah dan 10 x penggorengan. Diduga adanya kesalahan saat titrasi atau reagen KOH yang digunakan sudah tidak bagus. Nilai kadar asam lemak menunjukkan kualitas minyak goreng. Semakin kecil nilainya maka semakin bagus kualitas minyak tersebut.


Daftar Pustaka

Gunawan. 2005. Analisis Pangan: Penentuan Angka Peroksida dan Asam Lemak Bebas pada Minyak Kedelai dengan Variasi Menggoreng. Semarang: FMIPA UNDIP
Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi dan Lemak Pangan. Jakarta: Penerbit UI Press
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Puspitasari, S. 2012. Minyak Wijen. Semarang: Ilmu Gizi FK UNDIP
Singh, G.,  I.S. Kapoor, P. Singh, C.S. Heluani, M.P  Lampasona dan C.A.N Catalan.  2008.    Chemistry,  antioxidant  and  antimicrobial investigation  on  essential  oil  and  oleoresin  of  Zingiber  officinale Food Chem. Toxicol. 46: 3295-3302.
Balachandran, S., S. E. Kentish and R. Mawson.  2006.  The effect of both preparation method  and  season  on  the  supercritical  extraction  oginger. Sep. Purif. Technol. 48 (2) : 94-105.
Aminah, Siti. 2010.  Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah dan Sifat Organoleptik Tempe pada Pengulangan Penggorengan. Semarang: Universitas Muhammadiyah

Desminarti, S. Dan Joniarta, E. 2007. Upaya peremajaan dan penyerapan logam minyak goreng bekas industri makan tradisional dengan memanfaatkan bioadsorben tandan kosong kelapa sawit. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Vol: 9. Sumatera Barat: Politeknik Negeri Payakumbuh Tanjung Pati.

Tidak ada komentar: