ANALISIS LEMAK
1.Bagaimana prinsip analisis kadar lemak dengan metode
soxhlet?
Prinsipnya adalah lemak diekstrak dengan pelarut lemak
yang bersifat non polar seperti Petroleum Eter (PE), Petroleum benzena, dll. Berat
lemak diperoleh dengan cara memisahkan lemak dengan pelarutnya (menguapkan
pelarut dengan pemanasan) (Gunawan, 2005).
|
2.Mengapa metode soxhlet disebut metode penetapan lemak
kasar?
Karena lemak yang terekstrak bukanlah lemak murni, hal
ini disebabkanpada saat ekstraksi dilakukan penambahan zat-zat larut dalam
lemak seperti sterol, fosfolipid, asam lemak bebas ikut terekstraksi pula
mengingat pelarut yang digunakan merupakan pelarut lemak (non polar) seperti
dietil eter yang tidak dapat memisahkan lemak dengan komponen lain yang masih
berikatan dengan lemak (Ketaren, 2005).
|
3. Bagaimana prinsip pengukuran bilangan peroksida
dengan metode titrasi?
Pengukuran sejumlah iod yang dibebaskan dari kalium
iodida (KI). Iod dilepaskan dari KI akibat reaksi oksidasi oleh peroksida yang
ada dalam sampel di dalam medium asam asetat-kloroform.
Bilangan
peroksida (mek/kg) = mL Na.Bisulfat
x Normalitas x 1000
Berat contoh (gr)
(Ketaren, 2005)
|
4. Bagaimana prinsip penetapan kadar asam lemak bebas
metode titrasi?
Prinsip penentuan persentase asam lemak bebas yaitu
sampel dititrasi dengan asam-basa dalam medium etanol. Indikator yang
digunakan untuk menunjukkan titik akhir titrasi adalah fenolftalein (Gunawan,
2005).
|
5.Apa yang dimaksud dengan bilangan peroksida?
Bilangan
peroksida adalah banyaknya miliekuivalen peroksida dalam 1000 gram lemak.
Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan
pada minyak atau lemak (Winarno, 2004)
|
6.Apa yang dimaksud dengan asam lemak bebas?
Asam lemak bebas adalah jumlah asam lemak bebas dalam
sampel dan merupakan parameter mutu minyak/lemak atau produk pangan yang
mengandung lemak/minyak (Winarno, 2004).
|
B.
Hasil dan Pembahasan
1.
Kadar Lemak Metode Soxhlet
No.
|
Nama sampel
|
Berat sampel
|
Berat sampel+labu
|
Berat labu
|
Berat lemak (gram)
|
% lemak
|
1.
|
Kemiri
|
5,0730 gr
|
35,8702 gr
|
38,8826 gr
|
3,0124 gr
|
59,38
|
2.
|
Wijen
|
5,0157 gr
|
36,3614 gr
|
40,0760 gr
|
3,7146 gr
|
74,059
|
3.
|
Jahe
|
5,0645 gr
|
34,1844 gr
|
34,7043 gr
|
0,5199 gr
|
10,267
|
Perhitungan
1. % Lemak = Berat
Lemak (gr) x 100% = 3,0124/ 5,0730 x
100% = 59,38%
Berat Sampel (gr)
2. % Lemak = Berat
Lemak (gr) x 100% = 3,7146/ 5,0157 x
100% = 74,059%
Berat Sampel (gr)
3. % Lemak = Berat
Lemak (gr) x 100% = 0,5199/ 5,0645 x
100% = 10,267%
Berat Sampel (gr)
PEMBAHASAN
Prinsip
uji analisa kadar lemak metode soxhlet yaitu mengekstrak lemak dengan pelarut
no polar seperti petroleum benzena, dietil éter, dan lain-lain. Lemak-lemak
yang terdapat dalam pelarut dipisahkan dengan cara menguapkan pelarut sehingga
berat lemak dapat diketahui dengan rumus berikut ini:
% Lemak = Berat Lemak (gr) x
100%
Berat Sampel
(gr)
ANALISA PROSEDUR
Pada
percobaan analisa kadar lemak dengan metode soxhlet, ada beberapa tahapan yang
perlu diperhatikan. Tahapan pertama adalah persiapan alat dan bahan yang akan
digunakan. Ada 3 sampel yang akan diuji, diantaranya kemiri, wijen, dan jahe.
Pertama, sampel dihancurkan dengan menggunakan mortar. Penghalusan
sampel berpengaruh terhadap
jangkauan pelarut mengenai bahan untuk melarutkan lemak. Kemudian sampel
ditimbang sebanyak 5 gram dengan menggunakan timbangan analitik diatas kertas
saring yang telah diberi kapas. Kemudian dimasukkan oven pada suhu 100°C selama
1 jam yang berfungsi untuk mengurangi kadar air dalam sampel. Selain sampel, di
dalam oven juga terdapat alat labu soxhlet dan tabung ekstraksi yang sudah di
oven terlebih dahulu selama 2 jam. Kemudian alat tersebut, dikeluarkan dan
dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit dengan menggunakan capit atau
sarung tangan, usahakan jangan terpegang oleh tangan. Desikator merupakan alat
untuk mendinginkan, didalamnya terdapat silica yang berfungsi untuk menyerap
uap air yang menguap setelah pemanasan di oven. Setelah 15 menit, labu
ditimbang menggunakan timbangan analitik untuk mengetahui berat labu dan catat
hasilnya. Di samping itu, sampel dikeluarkan dari oven, kemudian dibungkus atau
dilipat lalu direkatkan dengan tali. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam tabung
ekstraksi. Disisi lain, disiapkan pelarut petroleum eter sebanyak 35 ml dan
dimasukkan ke dalam tabung ekstraksi. Pelarut ini berfungsi untuk melarutkan
lemak, mengekstraksi lemak, dan selektivitasnya tinggi dengan titik didih
rendah. Kemudian ujung tabung soxhlet dan dibawah kondensor diberi vaselin yang
berfungsi untuk membuat kondisi vakum atau kedap, sehingga pelarut tidak
menguap sehingg tidak menghabiskan banyak pelarut dan agar mempermudah dalam
melepaskan tabung soxhlet. Disiapkan alat soxhlet dengan cara memberikan es
batu pada ember yang berfungsi untuk mendinginkan kondensor dan dicek aliran
air di dalam kondensor. Setelah itu dinyalakan tombol di alat soxhlet dan di
refluks selama 5 jam. Diusahakan setiap jam diganti es batu di dalam ember agar
kondensor tetap dingin. Refluks berfungsi untuk mengekstraksi lemak dalam
sampel. Setelah 5 jam, alat soxhlet dimatikan lalu sampel dimasukkan kedalam
oven pada suhu 105°C selama 2 jam untuk menurunkan uap air yang masih ada pada
sampel. Kemudian didinginkan kembali di dalam desikator selama 15 menit.
Kemudian ditimbang berat labu+sampel. Dihitung kadar lemak berdasarkan rumus
yang sudah ditentukan, sehingga didapatkan hasil.
PERBANDINGAN DHP DENGAN LITERATUR
Berdasarkan
data hasil pengamatan kadar lemak dengan metode soxhlet, didapatkan hasil pada
sampel kemiri dengan berat lemak 3,0124 gram dan berat sampel sebesar 5,0730
gram, sehingga didapatkan persentase lemak sebesar 59,38%. Sedangkan menurut
Arlene (2010), nilai kadar lemak dari kemiri bekisar 55-66% dari berat bijinya.
Selain itu, Berdasarkan pengelompokannya, menurut Ketaren (2005), minyak
kemiri termasuk dalam kelompok minyak
lemak. Sehingga dapat dikatakan bahwa data hasil pengamtan sudah sesuai dengan
literatur yang ada mengenai persentase kadar lemak dari biji kemiri.
Sementara
itu, pada sampel wijen didapatkan berat lemak sebesar 3,7146 gram dari berat
sampel sebesar 5,0157 gram, sehingga dihasilkan persentase kadar lemak sebesar
74,059%. Kadar lemak pada sampel wijen merupakan kadar yang tertinggi
dibandingkan dengan sampel lainnya. Karena menurut penelitian Puspitasari (2012) menyebutkan kadar lemak
dalam 100 gr biji wijen terdapat 99,7 %, atau bisa dikatakan lebih daari 50% didalam
biji wijen mengandung lemak dan sisanya yaitu kompen lain seperti protein. Oleh karena itu banyak yang memanfaatkan biji
wijen untuk dijual sebagai minyak wijen. Minyak wijen yang diketahui sangat kaya zat gizi itu, sekaligus mengandung
senyawa asam lemak esensial, omega 6, omega 9, antioksidan, dan lecithin yang
berkasiat baik bagi pencegahan penyakit jantung, kolesterol, kanker, dan
lain-lain.
Sedangkan
pada sampel jahe dengan berat sampel sebesar 5,0645 gram didapatkan berat lemak
sebesar 0,5199 gram, sehingga persentase lemak sebanyak 10,267%. Menurut Singh
(2008), didapatkan kandungan jahe
memiliki kadar air 7-12%,
minyak atsiri 1-3%, oleoresin 5-10%,
pati 50-55% dan
sejumlah kecil protein,
serat, lemak sampai 7%. Selain itu, Oleoresin jahe mengandung lemak,
lilin, karbohidrat, vitamin
dan mineral. Oleoresin memberikan kepedasan aroma yang berkisar antara
4-7% dan sangat berpotensi sebagai antioksidan
(Balachandran et al. 2006). Sehingga dapat disimpulkan bahwa kandungan
lemak pada sampel jahe memang sedikit sekitar 7%. Hal ini sudah sesuai dengan
data pengamatan.
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa persentase kadar lemak dari ketiga sampel dari yang
terbesar ke terkecil yaitu wijen > kemiri > jahe. Hal ini disebabkan karena
sebagian pada sampel biji wijen mengandung lemak.
Berikut ini faktor yang memengaruhi analisa kadar lemak
metode soxhlet, sebagai berikut:
1. Jenis
Pelarut
2. Proses
Pengeringan
3. Keberadaan
senyawa yang terlarut
4. Penghalusan
sampel: berpengaruh terhadap jangkauan
pelarut mengenai bahan untuk melarutkan lemak
5. Kadar air:
semakin tinggi kadar air suatu bahan semakin sulit pelarut masuk kedalam
jaringan
Pertanyaan
a. Apa yang
terjadi jika penghilangan sisa pelarut setelah ekstraksi dengan soxhlet dilakukan
dengan pemanasan dalam oven yang terlalu lama?
Apabila dilakukan
penghilangan sisa pelarut setelah ekstraksi dengan soxhlet dilakukan dengan
pemanasan dalam oven yang terlalu lama maka akan terjadi reaksi oksidasi (lemak
teroksidasi). Hal ini akan mengakibatkan lemak rusak dan dapat mengurangi berat
lemak saat ditimbang karena lemak dapat menguap apabila dipanaskan.
b. Mengapa ekstraksi
soxhlet dihentikan jika pelarut sudah berwarna jernih?
Karena menandakan
semua lemak yang ada pada sampel telah terekstrak dan sudah tidak lagi
bercampur dan sudah terpisah dari pelarut.
c. Pelarut apa
yang dapat Saudara gunakan untuk mengganti dietileter? Apa kelebihan dan
kekurangan dari masing-masing pelarut tersebut !
Pelarut yang dapat
digunakan adalah Petroleum Eter (PE).
Kelebihannya Mudah didapatkan, selektif melarutkan lemak, relative
terjangkau, menguap pada suhu rendah (70-80°C).
Kekurangannya adalah
d. Apakah semua
jenis lipid terdeteksi sebagai lemak pada análisis lemak dengan metode soxhlet?
Iya,
karena pada análisis lemak dengan metode soxhlet, pelarut yang digunakan tidak
dapat memisahkan lemak yang berikatan komponen lain dan juga jenis asam lemak yang terkandung di
dalamnya.oleh karena itu, metode soxhlet juga disebut metode análisis lemak
kasar (lemak yang terekstraksi bukan lemak murni).
2.
Bilangan Peroksida
No.
|
Nama sampel
|
Berat sampel
|
Volume Na2S2O3
(ml)
|
Bilangan peroksida
|
1.
|
Minyak merk
|
10,0291 gr
|
0,8 ml
|
7,97
|
2.
|
Minyak curah
|
10,0494 gr
|
0,85 ml
|
8,458
|
3.
|
Minyak 10 x goreng
|
10,0102 gr
|
1,4 ml
|
1,985
|
Perhitungan
1. Biangan
peroksida = mL
Na2S2O3 x
N Na2SO3 x
1000
Berat
Sampel (gr)
= 0,8 x 0,1 x 1000/ 10,0291 = 7,97
2. Bilangan
peroksida = mL Na2S2O3
x N Na2SO3 x 1000
Berat Sampel (gr)
= 0,85 x 0,1 x 1000/ 10,0494 = 8,458
3. Bilangan
peroksida = mL Na2S2O3
x N Na2SO3 x 1000
Berat S ampel (gr)
= 1,4 x 0,1 x 1000/ 10,0102 = 13,985
PEMBAHASAN
Prinsip
analisa bilangan peroksida yaitu pengukuran jumlah iod yang dibebaskan oleh KI
akibat reaksi oksidasi oleh peroksida yang ada pada sampel dalam medium asam
asetat glasial kloroform. Berikut ini rumus bilangan peroksida:
Bilangan peroksida= mL
Na2S2O3 x
N Na2SO3 x
1000 =
Berat
Sampel (gr)
ANALISA PROSEDUR
Pada
analisa bilangan peroksida, tahapan pertama yaitu periapan alat dan bahan yanng
akan digunakan. Sampel yang digunakan yaitu minyak bermerk, minyak curah, dan
minyak 10 x penggorengan. Sampel tersebut ditimbang sebanyak 10 gram dengan
menggunakan timbangan analitik. Sampel ditaruh di erlenmeyer ukuran 250 ml,
kemudian ditambahkan pelarut asam asetat glasial:kloroform (3:2) sebanyak 30
ml. Pelarut ini berfungsi sebagai pelarut I2 yang dilepaskan oleh
KI. Asam asetat sendiri berfungsi untuk mempercepat reaksi dan memberikan
kondisi pH asam yang sesuai untuk reaksi KI dengan peroksida. Sedangkan
Kloroform berfungsi untuk melarutkan lemak dari komponen lain. Kemudian larutan
dikocok sampai minyak larut. Lalu ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh. Larutan tesebut
berfungsi sebagai indikator dan melepaskan I2 atau peroksida yang
ada pada sampel. Kemudian dikocok kembali selama 1 menit, lalu ditambahkan 30
ml akuades yang berfungsi untuk
mengencerkan sehingga yodium lebih mudah mengikat pati. Kemudian dititrasi
dengan Na-tiosulfat 0,1 N sebagai titran sampai warna kuning memudar. Penambahan
Na-tiosulfat sebagai reduktor. Kemudian
ditambahkan 3 tetes pati yang berguna untuk mengikat iodium yang sudah
ditambahkan. Penambahan pati akan mengubah warna kuning menjadi biru.
Selanjutnya dititrasi sampai warna biru menghilang dengan menggunakan titran
Na-tiiosulfat. Dihitung perubahan volume Na-tiosulfat dan dihitung
miliekuivalen peroksida tiap sampel, sehingga didapatkan hasil bilangan
peroksida tiap sampel.
PERBANDINGAN DHP DENGAN LITERATUR
Berdasarkan data hasil pengamatan pada 3
sampel yaitu minyak merk, minyak curah, dan minyak 10 x penggorengan. Pada
sampel minyak bermerk didapatkan volume Na2S2O3
sebesar 0,8 ml dan berat sampel 10,0291 gram, sehingga bilangan peroksidanya
yaitu 7,97 mek/kg. Berdasarkan SNI-3741-2013 ditetapkan nilai bilangan peroksida
minyak bermerk maksimal 10 mek/kg. oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
sampel yang diuji sudah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia mengenai batas
keberadaan bilangan peroksida di dalam minyak goring.
Sementara itu, pada minyak curah
didapatkan volume Na2S2O3 sebesar 0,85 ml dengan
berat sampel sebanyak 10,0494 gram sehingga hasil nilai bilangan peroksida
sebesar 8,458 mek/kg. Berdasarkan penelitian Aminah (2010), menyatakan bahwa bilangan
peroksida dari minyak curah sebesar 4,824 meq peroksid/kg. Angka tersebut jauh
lebih rendah dibandingkan dengan data hasil pengamatan, bahkan 2 kali lipat.
Diduga adanya kesalahan saat melakukan praktikum, yaitu pada titrasi Na2S2O3
yang mungkin berlebihan.
Sedangkan pada sampel minyak 10 x
penggorengan, didapatkan selisih perubahan volume Na2S2O3
sebanyak 1,4 ml dengan berat sampel 10,0102 gram dan didapat nilai bilangan
peroksida sebesar 13,985 mek/kg. Sedangkan berdasarkan SNI 01-3555-1998 menyebutkan
bahwa minyak dengan 10 x penggorengan didapatkna nilai bilangan peroksida dalam
bobot cuplikan 5,0-2,0 gram sebesar 0-12 mek/kg. Hal ini tidak sesuai dengan
hasil pengamatan yang lebih besar dari Standar Nasional Indonesia, diduga
karena minyak sampel yang digunakan sudah terlalu sering digunakan untuk
menggoreng. Sehingga nilai bilangan peroksidanya tinggi. Hal ini dapat
mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak diikehendaki
dalam bahan pangan, jika jumlah peroksida dalam bahan pangan lebih besar dari
100 meq peroksid/kg akan bersifat sangat beracun dan tidak dapat dimakan. Minyak
goreng yang demikian sudah tidak layak untuk dikonsumsi karena dapat
menyebabkan penyakit seperti kanker, menyempitnya pembuluh darah dan gatal pada
tenggorokan.
Dapat
disimpulkan bahwa nilai bilangan peroksida dari ketiga sampel terbesar ke yang
terkecil yaitu minyak 10 x penggorengan > minyak curah > minyak bermerk.
Hal ini menunjukkan tingkat degradasi minyak atau derajat kerusakan minyak
dengan 10 x penggorengan jauh lebih besar dibandingkan dengan minyak curah dan
minyak bermerk.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi
analisa bilangan peroksida setiap sampel, diantaranya:
- Jumlah
pengulangan penggorengan
- Suhu
penggorengan
- Jumlah
O2
- Ketidakjenuhan
Asam Lemak dalam minyak
- Adanya
antioksidan
Pertanyaan
- Apa
fungsi Na-tiosulfat dalam analisis bilangan peroksida?
Na-tiosulfat berfungsi
sebagai titran dan reduktor, sehingga dapat mengikat iod sehingga kadar iod
yang dilepas oleh KI dapat terukur.
- Mengapa
indikator yang digunakan adalah amilum?
Karena pati mampu
menangkap iod bebas sehingga dapat berubah warna menjadi ungu. Warna inilah
yang menandakan adanya peroksida.
- Mengapa
titrasi dihentikan ketika warna biru hilang?
Titrasi
dihentikan ketika warna biru hilang, karena hilangnya warna biru tersebut
mengindikasikan bahwa Na pada Na-tiosulfat berikatan dengan iod. Iod dilepaskan
oleh KI dengan adanya reaksi oksidasi oleh peroksida.
3. Kadar Asam Lemak Bebas
No.
|
Nama sampel
|
Berat sampel
|
Volume KOH (ml)
|
Jenis dan BM Asam Lemak
|
Kadar ALB (%)
|
1.
|
Minyak merk
|
10,0576 gr
|
3,25 ml
|
256
|
0,04136
|
2.
|
Minyak curah
|
10,0941 gr
|
2,35 ml
|
256
|
0,02979
|
3.
|
Minyak 10 x penggorengan
|
10,0177 gr
|
14,4 ml
|
256
|
0,1839
|
Perhitungan
1. Minyak merk
Kadar ALB % = mL
NaOH x N x BM Asam Lemak x 100%
Berat
Sampel (gr) x 1000
= 3,25 x 0,05 x 256 x 100%
10,0576
x 1000
2. Minyak curah
Kadar ALB % = mL
NaOH x N x BM Asam Lemak x 100%
Berat
Sampel (gr) x 1000
= 3,25 x 0,05 x 256 x 100% =
0,02979%
10,0941
x 1000
3. Kadar ALB % = mL NaOH x N
x BM Asam Lemak x 100%
Berat
Sampel (gr) x 1000
= 14,4 x 0,05 x 256 x 100% = 0,1839%
10,0177 x 1000
PEMBAHASAN
Prinsip
penentuan kadar asam lemak bebas yaitu mengetahui asam lemak bebas yang
terdapat pada bahan yang dititrasi asam-basa dalam medium etanol. Rumus
penentuan kadar asam lemak bebas sebagai berikut:
Kadar ALB % =
mL KOH x N x BM Asam Lemak x 100%
Berat Sampel (gr) x 1000
ANALISA PROSEDUR
Pada
pengamatan penentuan asam lemak bebas (ALB) terdapat beberapa tahapan yang
harus dilakukan. Pertama adalah persiapan alat dan bahan yang akan digunakan,
ada 3 sampel yang akan diuji diantaranya minyak bermerk, minyak curah, dan
minyak 10 x penggorengan. Sampel tersebut ditimbang sebanyak 10 gram dengan
menggunakan timbangan analitik dan ditaruh pada erlenmeyer 250 ml. Kemudian
ditambahkan 50 ml alkohol 95% yang berfungsi sebagai pelarut ALB
dan menginaktifkan kerja enzim lipase sebelum titrasi. Kemudian juga
ditambahkan 3 tetes indikator PP sebagai indikator, apabila larutan berwarna
pink menandakan bahwa larutan bersifat basa. Sedangkan apabila larutan tidak
berwarna berarti menunjukkan larutan bersifat asam. Kemudian ditambahkan KOH
0,05 N yang berfungsi sebagai penetral sifat asam lemak bebas dengan reaksi
asam-basa. Kemudian larutan tersebut dititrasi sampai warna merah jambu
permanen selama 30 detik. Kemudian dihitung perubahan volume KOH dan dihitung
kadar asam lemak bebas masing-masing sampel.
PERBANDINGAN DHP DENGAN LITERATUR
Berdasarkan
data hasil pengamatan pada 3 sampel yaitu minyak bermerk, minyak curah, dan
minyak 10 x penggorengan. Pada sampel minyak bermerk didapatkan volume KOH 3,25
ml dengan berat sampel 10,0576 gram sehingga didapatkan % asam lemak bebas
sebesar 0,04136. Sedangkan berdasarkan SNI-3741-2013 ditetapkan nilai ALB minyak
goreng maksimal 0,6 mg KOH/gr sampel. Oleh karena itu, dapat dikatakan sampel
minyak yang diuji sudah sesuai dengan literatur dan layak untuk dikonsumsi.
Karena apabila ALB melebihi 0,6 mg KOH/gr sampel minyak tidak layak untuk
dikonsumsi.
Sementara
itu, pada sampel minyak curah didapatkan selisih volume KOH sebesar 2,35 ml
dengan berat sampel sebesar 10,0941 gram, sehingga dapat dihasilkan persentase
ALB sebesar 0,02979. Sedangkan berdasarkan SNI 01-3555-1998 ditetapkan nilai
asam lemak bebas pada minyak curah maksimal 0,3% (b/b). Hal ini sudah sesuai
dengan standarnya, oleh karena itu minyak curah masih dapat dikonsumsi. Namun
jika dibandingkan dengan minyak bermerk masih lebih rendah minyak curah, hal
ini terjadi kesalahan saat titrasi dengan KOH atau indikator yang dipakai sudah
tidak bagus, sehingga memengaruhi hasil pengamatan.
Sedangkan
pada sampel minyak goreng dengan 10 x penggorengan didapatkan selisih volume
KOH hasil titrasi sebesar 14,4 ml dengan berat sampel sebesar 10,0177 gram
menghasilkan nilai asam lemak bebas sebesar 0,1839. Berdasarkan SNI-3741-2013 ditetapkan nilai ALB
minyak goreng maksimal 0,6 mg KOH/gr sampel. Hal tersebut menandakan bahwa
minyak 10 x penggorengan masih layak dikonsumsi, namun alangkah baiknya
mengonsumsi minyak goreng yang kadar ALB-nya rendah. Namun jika dibandingkan
dengan sampel lainnya, minyak 10 x penggorengan jauh lebih besar persentase
ALB-nya, tingginya kadar asam lemak bebas awal disebabkan karena tingginya
kerusakan minyak selama penggunaan. Terjadinya proses oksidasi dan hidrolisis
akan menyebabkan asam lemak bebas minyak meningkat (Desminarti, 2007).
Oleh
karena itu dari data hasil pengamatan dapat disimpulkan nilai persentase asam
lemak dari yang terbesar ke yang terkecil yaitu minyak 10 x penggorengan >
minyak bermerk > minyak curah. Namun ada kesalahan dalam menitrasi minyak
bermerk sehingga nilai volume KOH besar. Seharusnya nilai asam lemak bebas
minyak bermerk lebih kecil dibandingkan dengan minyak curah dan 10 x
penggorengan. Karena nilai asam lemak bebas menunjukkan parameter mutu atau
kualitas dari minyak goreng. Semakin besar angka asam lemak bebasnya maka
semakin jelek kualitas dari minyak goreng tersebut.
Faktor-faktor yang memengaruhi bilangan asam lemak
bebas adalah
1. Kadar air
dalam minyak atau bahan
2. Frekuensi
penggunaan minyak goreng
3. Kelembapan
bahan pangan
4. Suhu pada
proses penggorengan
5. Kecepatan
perubahan lemak
Pertanyaan
- Mengapa dalam analisis kadar asam lemak bebas
digunakan pelarut alkohol?
Karena
etanol mampu mengikat asam lemak bebas yang bersifat polar sehingga asam dan
basa akan larut pada etanol yang bersifat polar.
- Apakah
semua asam lemak bebas terekstrak
oleh alkohol pada analisis asam lemak bebas dengan metode titrasi?
Tidak,
karena tidak semua asam lemak yang dihasilkan oleh ekstraksi etanol adalah asam
lemak bebas dan belum tentu asam lemak mengalami kerusakan (lisis menjadi asam
lemak bebas).
- Apakah basa selain KOH dapat digunakan pada
penetapan kadar asam lemak bebas?
Bisa,
karena basa kuat seperti NaOH dapat digunakan sehingga kadar lemak yang
bersifat asam dapat terserap oleh volume basa kuat sehingga kita dapat
mengetahui asam lemak bebasnya.
- Mengapa kadar asam lemak bebas didasarkan
pada berat molekul asam lemak yang dominan?
Karena
asam lemak yang dominan akan terhidrolisis lebih besar dibandingkan molekul
asam lemak yang minoritas, sehingga dapat dijadikan indikator banyaknya
persentase kadar asam lemak bebas pada sampel.
- Mengapa indikator yang digunakan
fenolftalein/PP?
Karena
percobaan asam lemak bebas menggunakan prinsip titrasi asam basa dengan
penggunaan indikator PP akan mengubah warna menjadi merah muda apabila larutan
bersifat basa dan PP memiliki nilai pH 8,0-9,6.
KESIMPULAN
Berdasarkan data
hasil pengamatan kadar lemak, bilangan peroksida, dan asan lemak bebas dapat
dismpulkan sebagai berikut:
1. Kadar lemak
metode soxhlet pada wijen > kemiri > jahe. Hal ini sudah sesuai dengan
literatur karena biji wijen mengandung 50% minyak dan sisanya kandungan yang
lain seperti protein.
2. Bilangan
peroksida minyak 10 x penggorengan > minyak curah > minyak bermerk. Hal
tersebut sudah sesuai dengan literatur, karena bilangan peroksida dapat
menunjukkan tingkat degradasi minyak atau untuk menentukan derajat kerusakan
minyak. Semakin besar nilai bilangan peroksida maka akan semakin besar derajat
kerusakan minyak tersebut.
3. Kadar asam
lemak bebas dari minyak 10 x penggorengan > minyak merk > minyak curah.
Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menyebutkan kadar asam lemak minyak
bermerk harus lebih kecil dibanding minyak curah dan 10 x penggorengan. Diduga
adanya kesalahan saat titrasi atau reagen KOH yang digunakan sudah tidak bagus.
Nilai kadar asam lemak menunjukkan kualitas minyak goreng. Semakin kecil
nilainya maka semakin bagus kualitas minyak tersebut.
Daftar Pustaka
Gunawan. 2005. Analisis Pangan:
Penentuan Angka Peroksida dan Asam Lemak Bebas pada Minyak Kedelai dengan
Variasi Menggoreng. Semarang: FMIPA UNDIP
Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi
dan Lemak Pangan. Jakarta: Penerbit UI Press
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan
Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Puspitasari, S. 2012. Minyak Wijen. Semarang: Ilmu Gizi FK UNDIP
Singh, G., I.S. Kapoor, P. Singh,
C.S. Heluani, M.P Lampasona dan C.A.N Catalan. 2008.
Chemistry, antioxidant
and antimicrobial
investigation on essential
oil and oleoresin
of Zingiber officinale Food Chem. Toxicol. 46:
3295-3302.
Balachandran, S., S. E. Kentish and R. Mawson. 2006. The effect of both preparation method and
season on the
supercritical extraction oginger. Sep. Purif. Technol. 48 (2) :
94-105.
Aminah, Siti. 2010. Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah dan
Sifat Organoleptik Tempe pada Pengulangan Penggorengan. Semarang:
Universitas Muhammadiyah
Desminarti, S. Dan Joniarta, E. 2007. Upaya peremajaan dan penyerapan logam minyak
goreng bekas industri makan tradisional dengan memanfaatkan bioadsorben tandan
kosong kelapa sawit. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Vol: 9. Sumatera
Barat: Politeknik Negeri Payakumbuh Tanjung Pati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar