BAB I
Uji Kualitatif
Karbohidrat Dan Protein
A. Protein
1.
Biuret
Dilakukan
pada kondisi basa agar peptida atau protein pada sampel bermuatan (-) sehingga
dapat bereaksi dengan Cu2+ yang bermuatan (+) dan membentuk kompleks
senyawa berwarna ungu.
Prinsip: menambah reagen
biuret pada kodisi basa oleh NaOH sehingga Cu2+ dengan membentuk kompleks ikatan peptida
–CO-NH- sehingga membentuk kompleks senyawa berwarna ungu. Ikatan peptide harus
lebih dari satu untuk dapat memerangkap reagen biuret.
Fungsi
1.
NaOH:
sebagai pembentuk basa (kondisi basa)
2.
CuSO4:
pereaksi biuret sebagai pembentuk warna
Hasil
+ jika terdapat minimal 2 ikatan
peptide
Reaksi
yang terjadi yaitu Cu2+ dengan peptida, Na dengan SO4
2.
Ninhidrin
Prinsip: mengidentifikasi
adanya asam α-amino bebas pada sampel. Asam α-amino bebas pada sampel akan
bereaksi denga inhidrin membentuk kompleks berwarna ungu.
Pemanasan: sebagai katalis
(mempercepat reaksi).
Ninhidrin: sebagai reagen
pembetuk kompleks berwarna ungu.
Reaksi: reagen bereaksi
dengan asam α amino bebas membentuk kompleks berwarna ungu.
Pembuatan reagen: dibuat dengan
bubuk ninhidrin 0,1 g + 40 ml etanol dan ditambahkan aquades hingga 100 ml.
Kelemahan: mereaksikan semua asam α-amino dari protein.
B.
Karbohidrat
1.
Molisch
Prinsip: dehidrasi
senyawa Karbohidrat dengan asam pekat (H2SO4 pekat)
sehingga heksosa menjadi HMF, pentosa menjadi furfural.
HMF
atau furfural jika ditambah α-naphtol akan berkondensasi membentuk cincin
merah-ungu kehitaman.
Reagen:
1.
α-naphtol
untuk indicator warna.
2.
H2SO4
pekat untuk pendehidrasi heksosa menjadi HMF, pentosa menjadi furfural.
Nb: HMF (hidroksi metal furfural)
2.
Benedict
Prinsip: adanya gula
pereduksi akan mereduksi ion Cu2+ pada reagen embentuk endapan merah
bata (Cu2O) karena adanya gugus aldehid atau keton bebas.
Tujuan: untuk
identifikasi gula pereduksi.
Reaksi: R-OH + 2Cu2+
5OH- → R-COOH + Cu2O 2H2O
Aldehid Asam Karboksilat
3.
Yodium
Prinsip: mengidentifikasi
adanya pati atau non pati pada sampel dengan meneteskan yodium. Pati akan
menghasikan warna biru ketika di tambahkan reagen yodium.
Reaksi yang terjadi: pati + I2
→ dekstrin
BAB II
Ektraksi Dan Uji
Aktivitas Enzim Amilase
Prinsip: menguji
aktivitas enzim amilase dari kecambah biji-bijian dimana aktivitas enzim
amilase ditunjukkan dari perubahan warna menjadi bening akibat hidrolisis pati
oleh enzim.
Reaksi: pati + I2
dektrin
Dektrin + I2
disakarida
Disakarida + I2
monosakarida
Monosakarida + I2
tidak berwarna
Tujuan untuk mengisolasi enzim
amylase dari kecambah kacang hijau, dan untuk menguji aktivitas enzim amilase
dari enzim yang telah diekstrak
Factor yang mempengaruhi:
1.
Suhu:
karena enzim adalah suatu protein maka kenaikan suhu dapat menyebabkan
denaturasi dan bagian aktif enzim terganggu sehingga konsentrasi dan kecepatan
enzim menurun
2.
pH:
umumnya efektivitas maksimal enzim pada pH 4,5-8. Pada pH terlau tinggi atau
rendah umumnya enzim menjadi non aktif secara irreversible karena denaturasi
protein.
3.
Konsentrasi
enzim: pda konsentrasi substrat tertentu kecepatan reaksi bertambah dengan
bertambahnya konsentrasi enzim
4.
Konsentrasi
subtrat: umumnya konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi, akan
tetapi pada batas tertentu tidak terjadi peningkatan kecepatan reaksi walau
konsentrasi substrat diperbesar.
5.
Adanya
zat penghambat: hambatan/ inhibitor suatu reaksi berpengaruh terhadap
penggabungan substrat pada bagian aktif yang mengalami hambatan.
Fungsi
perlakuan:
1.
Pati: sebagai subtrat
2.
Buffer: penstabil pH
3.
Iodine: sebagai indicator perubahan warna
4.
Ekstrak enzim: sebagai katalis (mempercepat) laju hidrolisis pati
BAB III
Ekstraksi dan
Uji Aktivitas Enzim Lipase
Enzim lipase adalah enzim hidrolase yang
mengidrolisis triacilgliserol menjadi asam lemak bebas, glisrol parsial, dan
gliserol.
Prinsip: menguji
aktivitas enzim lipase dari dedak padi dan kacang tanah dengan titrasi fenol
berdasarkan perubahan warna pink yang menunjukkan penambahan NaOH menetralkan
sifat asam yang dibentuk asam lemak dalam sampel. Rumus uji aktivitas enzim
adalah sebagai berikut:
Aktivitas enzim=
Satuan
atau
Faktor yang Mempengaruhi:
1.
Suhu
optimum 37-40°C
2.
pH
7-8
3.
Konsentrasi
substrat
4.
Konsentrasi
enzim
5.
Adanya
aktivator
6.
Spesifikasi
substrat
Fungsi Reagen:
1.
Dietil
eter untuk melarutkan lemak yang terkandung dalam dedak padi agar enzim lipase
yang dibentuk tidak mengandung lemak
2.
Buffer
fosfat untuk melarutkan enzim yang bersifat polar sehingga terpisah dengan
komponen lain yang nonpolar serta untuk menjaga kestabilan pH enzim lipase
3.
Alcohol untuk menginaktivasi enzim lipase
sebelum dititrasi
4.
PP
indicator perubahan warna
5.
NaOH
sebagai pentitrasi pada uji enzim lipase karena dapat menetralkan suasana asam
pada sampel akibat terbentuknya asam lemak
Sumber Enzim Lipase:
1.
Mamalia:
di pencernaan, jaringan, dan air susu
2.
Tanaman:
triacil gliserol pada jagung dan minyak sawit, acil hidrolisis pada kentang,
dan phosphor lipase pada tanaman seledri dan kacang
3.
Microbial:
staphyllus, bacillus, kapang, penicilum,
dan khamir candida
Aplikasi pada Bidang Pangan:
1.
Industri
susu untuk hidrolisis lemak susu
2.
Roti
dan kue untuk meningkatkan aroma dan memperpanjang masa simpan
3.
Industry
beer untuk meningkatkan aroma da mempercepat fermentasi
4.
Bumbu
untuk meningkatkan kualitas aroma dan flavor
5.
Daging
dan ikan untuk meningkatkan aroma dan mengubah lemak
BAB IV
Uji Aktivitas
Enzim Proteolitik
Prinsip: menguji
aktivitas enzim papain berdasarkan perbedaan konsentrasi ezim melalui pengujian
titrasi formol dimana semakin meningkat konsentrasi enzim maka semaki tinggi
aktivitas enzim yang teruji.
Rumus:
%N
=
Mekanisme:
Protein
AA bebas + Formaldehid → dimetilol + NaOH →
warna pink
Fungsi perlakuan:
1.
Penggunaan
blanko: sebagai pembanding
2.
Waterbath:
untuk mengondisikan suhu optimum enzim
3.
Inkubasi:
untuk mengondisikan aktivitas enzim
4.
Didinginkan:
untuk pengondisisan sebelum titrasi maupun penambahan pp atau formaldehid
Fungsi reagen:
1.
Konsentrasi
enzim (20, 30, 40%) untuk mengetahui aktivitas enzim yang diberikan
2.
Formaldehid
utuk mengikat Asam amino bebas
3.
Indikator
pp untuk indikator perubahan warna
Faktor yang mempengaruhi:
1.
Suhu: suhu optimum enzim37°C.
2.
PH: pH optimum enzim yaitu pH netral.
3.
Konsentrasi Subtrat: semakin tinggi konsentrasi substrat maka akan semakin
meningkat aktivitas enzim amun tergantung konsentrasi enzim yang digunakan.
4.
Inhibitor
BAB V
Kadar Air
A.
Metode Oven
Kering
Prinsip oven
kering: menguapkan
air yang ada pada bahan dengan memanaskannya pada suhu 105°C, ditimbang denga
vakum.
Faktor pada oven
kering:
1.
Suhu:
suhu semakin tinggi, semakin cepat kering.
2.
Kandungan
bahan: bahan yang mengandung senyawa tertentu yang menyebabkan reaksi ketika
dikeringkan akan mengganggu pengukuran kadar air. Misalnya gula dipanaskan
mejadi karamelisasi.
3.
Luas
permukaan: semakin tiggi luas permukaan semakin cepat menguap.
Kelebihan metode oven: murah, cepat,
sederhana, bias untuk jumlah sampel banyak.
Kekurangan metode oven: tidak cocok
untuk senyawa volatile, gula.
Rumus:
% Kadar Air (db)
=
% Kadar Air (wb)
=
B.
Metode Oven Vacuum
Prinsip metode oven vakum: menguapkan air yang ada pada
bahan dengan pemanasan suhu 65-70°C dibawah tekanan 1 atm lalu ditimbang hingga
konstan.
Faktor-faktor:
1.
Suhu:
pemanasan tidak berubah sehingga senyawa volatile tidak akan menguapkan &
tidak terhitung sebagai kadar air
2.
Tekanan:
tekanan semakin rendah menyebabkan air dalam bahan cepat keluar dan menguap
serta senyawa volatile tidak ikut menguap.
3.
Waktu
pemanasan.
4.
Luas
permukaan.
5.
Ketbalan/
ukuran sampel.
6.
Proses
pemanasan.
Rumus:
% Kadar Air (db)
=
% Kadar Air (wb)
=
C.
Metode Destilasi
Prinsip
Destilasi: menguapkan
air dari bahan dengan pelarut organic dimana mempunyai titik didih lebih dari
air dan berat jenis kecil dari air.
Faktor:
1.
Waktu
destilasi.
2.
Sampel
yang digunakan.
3.
Laju
uap air yang dikeringkan.
4.
Pelarut
yang digunakan.
Rumus:
% Kadar air =
Kelebihan: penentuan kadar air lebih mudah, hasil
lebih akurat, peralatan dan cara kerja sederhana.
Kekurangan: permukaan alat glassware harus selalu
bersih senyawa gliserol mungkin terdistilasi bersama air pelarut lebih mudah
terbakar.
BAB VI
Analisa Kadar
Abu
A.
Kadar abu
Abu
merupakan sisa hasil pembakaran bahan organic yang menyisakan residu yang
berupa zat anorganik, dalam kadar abu terkandung komposisi mineral yang
beragam, tergantung bahan dan metode pengabuan.
Pengabuan kering: pengabuan yang
dilakukan pada suatu bahan pangan tanpa penambahan reagen.
Pengabuan basah: pengabuan yang
dilakukan pada suatu bahan pangan dengan penambahan reagen (H2SO4,
HNO3) berfungsi untuk mempercepat oksidasi.
Prinsip: menentukan
total kadar abu dengan cara pembakaran dan oksidasi zat organic, pada suhu
tinggi 50-60°C kemudian ditimbang zat tertinggalnya setelah proses pembakaran.
Rumus: % kadar abu =
Faktor yan mempengaruhi:
1.
Suhu:
makin tinggi suhu pengabuan semakin cepat
2.
Waktu:
semakin lama waktu, pengabuan semakin sempurna
3.
Zat/
agen pengoksidasi: mempercepat proses oksidasi
B.
Kadar mineral
metode titrasi
Prinsip: menentukan kadar kalsium dari larutan
abu hasil pengabuan kering yang ditambah HCL dan dititrasi dengan KMnO4 hingga
berubah menjadi Pink.
Jika N: 0,01 ;
Jika
N
0,01
;
Faktor yang memepengaruhi:
1.
Nutrisi/
kandungan dalam bahan
2.
Proses
pengabuan: jenis dan metode penentuan kadar kalsium yang digunakan
3.
Pemurnian
ekstraksi kalsium dan kalsium yang terbentuk
4.
Adanya
zat pengendap/ CO2
C.
Metode AAS
Prinsip: metode analisa
unsur secara kuantitatif, yang diukur berdasarkan penyerapan cahaya degan
panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas apabila cahaya
pada panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel mengandung atom-atom
bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya akan diserap dan intensitas
peyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya ato-atom bebas di dalam sel.
Fungsi Reagen:
1.
HCl:
untuk mengikat kalsium menjadi CaCl2
2HCl + Ca2+ →CaCl2
+ 2H+
2.
Asam
oksalat jenuh: untuk pengkondisian agar pH menjadi Ca dari CaCl2
menjadi CaC2O4
CaCl2 + (NH4)C2O4
→ CaC2O4 + 2NH4Cl
3.
H2SO4
: melarutkan kalsium, karena kalsium larut asam
4.
KMnO4
: melepaskan kalsium karena bersifat oksidatif kuat, semakin banyak KMnO4
saat titrasi maka kalsium pada bahan semakin banyak.
CaC2O4 + 2CH3COOH
→ (CH3COO) 2Ca + H2C2O4
(CH3COO) 2Ca +
KMnO4 → berwarna pink
5.
NH4OH
: mengondisikan keadaan basa
HNO3
: membantu dekomposisi senyawa organic yang masih tersisa agar menjadi
abu.
BAB VII
Analisa
Karbohidrat
A.
Metode Anthrone
Prinsip: karbohidrat oleh
asam sulfat akan dihidrolisis menjadi moosakarida kemudian mengalami dehidrasi
oleh asam sulfat menjadi HMF lalu senyawa furfural dengan anthrone
(9,10-dehidro-9-oxanthracene) membrntuk senyawa berwarna biru kehijauan dan
dihitung absorbansinya pada λ 630 nm.
Rumus:
Konsentrasi =
Fungsi reagen:
1.
CaCO3:
pada persiapan sampel untuk menetralkan pH sampel yang diproduksi pada suasana
asam karena pada kodisi netral senyawa-senyawa lebih stabil dan reagen anthrone
dapat bekerja maksimal.
2.
Pb-asetat:
untuk mengendapkan pertikel gula reduksi, senyawa prrngotor
3.
Alcohol
80%: untuk melarutkan komponen-komponen gula yang akan diambil dalam penentuan
gula
4.
Na-oksalat:
untuk mengendapkan sisa Pb-asetat sehingga membentuk Pb oksalat (berikatan
dengan Na-oksalat)
Reaksi:
KH+H2SO4
monosakarida+H2SO4
furfural/ HMF
biru kehijauan
Faktor yang mempengaruhi:
1.
Jenis
bahan
2.
Sifat
bahan
3.
Metode
analisa
4.
Pereaksi
5.
Suhu
6.
Proses
penyaringan
B.
Hidrolisis Asam
Prinsip: pati dhidrolisis
dengan asam (HCl) jika telah terhidrolisis dengan asam menjadi glukosa kemudia
dinetralka dengan NaOH (jumlah glukosa ditentukan dengan pengukuran λ 540 nm)
Rumus:
Gula pereduksi =
%Pati = gula reduksi × Faktor konversi
Faktor konversi = 0,9
Reaksi:
(C6H12O9)n
+ HCl → n(C6H12O6)
Fungsi reagen:
1.
Alcohol
80%: untuk melarutkan/ menghilangkan komponen lain
2.
Eter:
utnuk menghilangka lemak dari bahan
3.
Pencucian
alcohol 10%: untuk membebaskan lebih lanjut KH yang larut dengan pati yang
tertinggal sebagai residu
4.
HCl
25%: untuk menghidrolisis pati
5.
Nelso
somogyi: untuk mengukur gula pereduksi dengan mengubah kupri oksida menjadi
kupro oksida → endapan merah bata
Reaksi:
Pati hilang →
glukosa + nelson → gula pereduksi dalam filtrate + nelson → endapan merah bata
+ asam arsenomolibdat → warna biru
C.
Serat Kasar
Prinsip: defating yaitu
lemak dari bahan dihilangkan dengan pelarut lemak. Digestion yaitu pelarutan
dengan menggunakan asam basa untuk menghilangkan senyawa selain non serat.
Rumus:
%Serat =
Berat residu=(berat kertas saring+sampel)
– berat kertas saring
Fungsi reagen:
1.
H2SO4:
utnuk menghidrolisi komponen non serat kasar dalam sifat asam.
2.
NaOH:
untuk menghidrolisis komponen non serat kasar dalam sifat basa.
3.
Alkohol
95%: untuk menghilangkan sisa hidrolisis berupa gula.
4.
K2SO4: untuk melarutkan garam mineral karena
sebagian besar protein bisa
dipindahkan pada saat digestion asam basa. Untuk menghilangkan hasil hidrolisis
berupa gam mineral.
Faktor yang mempengaruhi:
1. Jenis bahan
2. Sifat bahan
3. Suhu
4. Pereaksi
BAB VIII
Analisa Lemak
A. Kadar Lemak
Prinsip metode soxhlet : Mengekstrak
lemak dengan pelarut organic non polar seperti petroleum benzene, dietil eter,
dll. Lemak-lamak yang terdapat dalam pelarut dipisahkan dengan cara menguapkan
pelarut, sehingga berat lemak dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut:
% lemak =
×100%
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi:
1.
Kadar
air : semakin tinggi kadar air suatu bahan semakin sulit pelarut masuk kedalam
jaringan
2.
Penghalusan
sampel : berpengaruh terhadap
jangkauan pelarut mengenai bahan untuk melarutkan lemak
Syarat Pelarut yang Digunakan:
1.
Pelarut
mudah menguap
2.
Titik
didih pelarut rendah
3.
Sifat
sesuai dengan senyawa yang diisolasi (nonpolar/ polar)
4.
Pelarut
terpisah dengan cepat setelah pengocokan
Kelebihan Petroleum Eter:
Mudah
didapatkan, selektif melarutkan lemak, relative terjangkau, menguap pada suhu
rendah (70-80°C)
B. Bilangan Peroksida
Prinsip : penentuan
bilangan peroksida dilakukan degan pengukuran ion (I2) yang
dibebaskan dari KI, Iod dilepaskan dari KI akibat reaksi oksidasi dan peroksida
pada sampel pada asam asetat : khloroform (6:4). Rumus penentuan bilangan
peroksida adalah sebagai berikut:
Fungsi Perlakuan:
1.
Penambahan
asam asetat bersifat polar untuk memisahkan peroksida yang polar dengan asam
lemak/ lamak non polar
2.
Penambahan
KI jenuh sebagai indikator
3.
Pati
1% untuk mengikat iodium yang sudah ditambahkan
4.
Penambahan
aquades untuk mengencerkan sehingga yodium lebih mudah mengikat pati
5.
Penambahan
Na-tiosulfat untuk reduktor
C. Asam Lemak Bebas
Prinsip: mengetahui kadar
asam lemak bebas pada bahan degan titrasi asam basa. Kadar asam lemak bebas
dapat diketahui denga rumus sebagai berikut :
%
ALB=
×100%
Fungsi Perlakuan:
1.
Peambahan
alcohol untuk melepaskan asam lema bebas
2.
Penambahan
PP sebagai indikator
3.
Penambahan
NaOH untuk menetralkan PH
BAB IX
Analisa Protein
A.
Metode kjeldahl
Prinsip: mengukurkadar
protein secara tak langsung dengan cara mengukur kadar B dalam sampel melalui 3
tahapan yaitu destruksi, destilasi dan titrasi.
Rumus:
%N =
%Protein = %N × Faktor konversi
Pendinginan: agar indikator pp bekerja
secara optimal
Tahapan Reaksi:
1. Rekasi Destruksi: membebaskan unsure N dari sampel
menjadi amonium sulfat dengan cara penambahan H2SO4 dan
tablet kjeldahl.
Protein
(NH4)2SO4
2. Rekasi Destilasi: mengubah amonium sulfat menjadi
ammonia, ammonia nanti akan ditangkap oleh asam borat.
(NH4)2SO4
+ NaOH → NH3 + H2O +Na2SO4
NH3 +
H3BO3 → NH4 + H2BO3‾
(warna kuning)
3. Titrasi: mentitrasi sampel dengan HCl, volume
titrasi menunjukkan banyaknyya N pada bahan.
Fungsi Reagen:
1.
H2SO4
pekat untuk membebaskan amonium sulfat dari sampel yang mengandung protein
2.
NaOH
30% untuk menetralkan sifat amonium sulfat yang asam.
3.
H3BO3
untuk membebaskan amonium yang ditandai dengan penambahan warna kuning.
4.
Tablet
kjeldahl sebagai katalis untuk mempercepat kenaikan titik didih asam sulfat.
5.
Indikator
pp untuk indicator perubahan warna.
6.
Aquades
sebagai pengencer.
B.
Metode Biuret
Prinsip: menentukan
kadar protein pada bahan dengan mengukur protein larut air berdasarkan reaksi
antara peptida dengan membentuk kompleks warna yang didapat dari reagen, bila
bahan mempunyai lebih dari 1 ikatan peptida maka akan menghasilkan wara ungu
dan kuantitas warnaya diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang
320 nm. Utnuk mengukur kadar protein digunakan kurva standar.
Rumus:
%Protein =
y = ax + b
Fungsi
perlakuan:
1.
Sentrifugasi
I untuk memisahkan air dan protein larut air
2.
Sentrifugasi
II untuk memisahkan endapan dari etil eter
Fungsi reagen:
1.
TCA untuk
mengendapkan protein larut air
2.
Etil
eter utnuk melarutkan lemak agar tidak mengganggu dalam analisa protein
BAB X
Aalisa Vitamin C
Prinsip: mentitrasi
sampel dengan indikator iodine yang berfungsi sebagai reduktor yang mereduksi vitamin
C dengan penambahan indikator amilum dimana amilum akan bereaksi dengan iodine
sehingga membentuk kompleks berwarna biru muda. Hal ini dikarenakan adanya
reduksi analat oleh I2 → I‾.
Rumus:
%Vitamin
C =
×100%
Konversi
=0,88
Faktor-faktor yang
mempengaruhi:
1.
Umur
Buah: buah yang muda vitamin C nya tinggi, yang tua Vitamin C nya rendah.
2.
Suhu
Penyimpanan: suhu semakin tinggi vitamin C semakin berkurang.
3.
Pemotongan:
saat buah dipotong yang didalamnya mengandung vitamin C , vitamin C tersebut
akan rusak karena sel yang mengandung asam askorbat ikut terpotong.
4.
Proses
pencucian: menyebabkan vitamin C larut dalam air
5.
Oksidasi:
vitamin C berkurang karena adanya oksidasi
6.
Enzim:
Vitamin C rusak karena ada enzim askorbat oksidase
7.
pH:
vitmin C stabil pada pH asam
Mekanisme:
Amilum + asam askorbat + I2 →
I‾ → warna biru
(analat)
Fungsi Reagen:
1.
amilum
1%: sebagai indikator
2.
iodine:
sebagai reduktor
Reaksi:
Amilum + Asam askorbat →
analat
I‾ → warna biru
BAB XI
Kromatografi
Kolom
Kromatografi adalah teknik
pemisahan dengan memanipulasi sifat fisik penyusun campuran, dimana sifat fisik
yang dimanipulasi yaitu partisi, adsorbs, volatilisasi.
Prinsip: memisahkan
komponen secara selektif berdasarkan sifat fisik adsorbs dengan fase stasioner
berupa adsorben alumina yang mengisi kolom dan fase mobil PE-aseton 10:1
Susunan: masuk kapas 1,5
cm; alumina 2-3 cm; Na2SO4 2 cm; kapas 1,5 cm
Rumus :
FP =
y = ax + b ; x = konsentrasi
Beta karoten =
y = absorbansi
Faktor-faktor
yang mempengaruhi:
1.
Jenis
sampel
2.
Pelarut
3.
Adsorben
Fungsi Reagen :
1.
Fase
diam: alumina, untuk mengikat senyawa polar
2.
Fase
mobil: PE-aseton 10:1, untuk mengelusi senyawa non polar dan mengekstrak
karoten
3.
Aquades:
mengikat fase polar/ aseton
4.
Na2SO:
untuk mengikat fae polar yang masih ada
BAB XII
Elektroforesis
Prinsip : untuk memisahkan
protein berdasarkan berat molekul dengan menggunakan matriks penyangga
akrilamid. Protein terseparasi dalam medan listrik dilanjutkan dengan
pewarnaan, peghilangan warna dan pembilasan gel. Pembacaan berat molekul dengan
melihat pita yang terbentuk oleh marker.
Rumus :
RF
=
y =
ax + b ; x = RF (Retention Factor)
y =
log BM
Faktor yang
mempengaruhi:
1.
Ukuran
dan bentuk molekul : ukuran molekul besar pergerakan lambat, bentuk molekul
sekunder, tersier lebih lambat dari pada primer.
2.
Konsentrasi
: kosentrasi gel menurun pergerakan protein lebih cepat.
3.
PH
: mempengaruhi isoelektrik protein sehingga mempengaruhi tingkat dan arah
pergerakan protein.
4.
Suhu
: mempengaruhi denaturasi protein.
Fungsi Reagen :
1.
SDS
(Sodium Deudesil Sulfat) untuk memberikan muatan negative pada protein yag aka
dianalisis.
2.
Akrilamid
untuk mencegah difusi akibat timbulnya panas pada arus listrik.
3.
APS
sebagai inisiator yang mengaktifkan akrilamid agar bereaksi dengan menjadi gel
poliakrilamid lain membentuk rantai polimer yang panjang.
4.
Bis
akrilamid : cross linking yang membentuk kisi-kisi bersama poliakrilamid.
Kisi-kisi tersebut sebagai peyaring protein.
5.
TEMED
: katalisator reaksi polimerisasi akrilamid menjadi gel poliakrilamid sehingga
dapat digunakan dalam pemisahan protein.
BAB XIII
Analisis Bahan
Tambahan Makanan
A.
Formalin
Prinsip: mengidentifikasi
adanya formalin menggunakan Kit FMR. Senyawa formalin yang teroksidasi pada
bahan pangan (asam format) akan dikembalikan oleh reagen FMR → formalin dan
bereaksi dengan kromofor sehingga membentuk warna ungu.
Reaksi:
Formalin
asam format + FMR → formalin + kromofor →
warna ungu.
Sifat formalin: larut dalam air, larut dalam
senyawa nonpolar, dalam bahan pangan formalin dalam bentuk asam format, dalam
FMR ada kromofor berinteraksi dengan formalin.
B.
Boraks
Prinsip: mengidentifikasi adanya boraks dengan
menggunakan Kit BMR. Senyawa kromofor yang ada pada Kit BMR bereaksi dengan Na
tetraboraks membentuk kompleks warna merah pekat.
C.
Zat warna
berbahaya
Prinsip: mengidentifikasi
adanya senyawa zat warna berbahaya menggunakan Kit CMR. Senyawa zat warna
berbahaya yang larut minyak diekstrak dari bahan pangan menggunakan ammonia
lalu dilarutkan dalam PE/ bensin. Larutan PE/ bensin dipisahkan dan diberi CMR.
CMR dan zat warna berbahaya menghasilkan warna yang sesuai dengan warna dari
zat berbahaya tersebut.
Kelebihan
reagen:
Praktis,
aman, mudah digunakan, cepat, keakurata tinggi. BMR kdan FMR keakuratannya 5
ppm, sedang CMR tergantun pengekstrakkan.
Kekurangan
reagen:
Reagen tidak stabil/ kestabilan rendah
hanya tahan sampai 2 minggu (FMR), 1 bulan (BMR), 1 bulan lebih (CMR).
Subjektivitas tinggi, penggunaan kurang dan pengekstraksi kurang sempurna akan
menunjukkan hasil negative.
Fungsi reagen:
1.
Amoniak: untuk pengekstrak zat warna. Amoniak
yang dibutuhkan 4-5 tetes, jika lebih akan menjadi basa dan akan mempengaruhi
hasil zat warna berbahaya yang larut dalam minyak.
2.
PE:
sebagai pelarut warna
3.
Kromofor:
sebagai pengikat yang dapat menghasilkan warna tertentu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar